Dimana kamu dalam Politik?

                                                                 Oleh Agam Ramadhan

Apa kamu pernah kesal karena Keuchik Gampong yang asyik korup Dana Desa,  gotong royong lagi? Atau kesal lihat Wali Kota kita yang asyik berhutang lalu nyalon diri lagi? Juga, para mantan Gubernur kita yang taunya hanya memupuk poligami, eh? Belum lagi tingkah para DPR yang hanya peduli sama Timsesnya saja, tentu ditambah para pembisik di samping mereka yang ngaku konsultan politik!  Entahlah, anggap saja semua hanya drama.

Entah itu keuchik, Bupati, Wali Kota, Gubernur, bahkan Dewan terhormat sekalipun, semuanya adalah pilihan politik rakyat. Mereka dipilih oleh kamu dan untuk kamu! Nah inilah makna demokrasi yang disebut oleh Abraham Lincoln  ketika menjadi Presiden Amerika ke-16: “Pemerintahan Rakyat, oleh rakyat dan Untuk Rakyat.”.

Jadi mau segoblok apapun mereka dibenakmu sekarang, bahkan sebobrok apapun kebijakan mereka, kamu juga yang memilihnya! Maka dari itu, tahun 2024, menurutku, menjadi tahun celaka politik. Lihat saja, dua pesta demokrasi Pileg-Pilres dan Pilkada diselenggarakan di tahun yang sama, yang pada tahun-tahun sebelumnya, tidak pernah demikian.

Mengapa menjadi celaka politik? Tentu karena kamu selalu abai, apalagi dengan dalih politik itu kotor. Bagiku itu cukup keliru, padahal hanya karena kamu tidak mampu berpikir kritis, hingga akhirnya apatis atas nasibmu yang krisis.

Sampai kapan benak kita itu lari dari kenyataan bahwa politik itu sebuah kepentingan yang mutlak? Jadi  ayok lihat, dimana kamu dalam politik.

Ada Apa antara kamu dengan politik?

Ada beberapa masalah penting yang hari ini jadi alasan kamu acuh dengan politik. Pertama, kamu kurang ngerti  politik itu apa. Kedua,  kamu pun kurang tahu kenapa politik seringkali dianggap kotor, padahal itu hanya isu, sama sekali bukan kebenaran.

Ok, poin pertama, yang paling simple politik itu bicara soal pemimpin yang kita pilih dan segenap kejumudannya. Politik adalah drama praktis dari berbagai strategi atau usaha untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan. Poin pentingnya adalah meraih atau memperoleh kekuasaan serta mempertahankan jabatannya yang sedang berkuasa.

Salah satu caranya adalah melalui Pemilihan Umum (Pemilu), baik itu Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) untuk memilih pak Dewan, Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PilPres) untuk memilih Pak Presiden dan Wakilnya, serta Pemilihan Umum Kepala Daerah (PilKaDa) untuk memilih Pak Bupati atau Pak Walikota berserta  wakilnya.

Kekuasaan ini memiliki arti yang cukup melebar, mulai dari kekuasaan legislatif,  eksekutif hingga yudikatif. Tapi ingat, keterlibatan aktif kamu selalu di ranah kekuasaan legislatif dan eksekutif. Ingatkan? kamu dikasih kesempatan untuk memilih calon legislatif (Caleg) pada Pemilu 14 Februari lalu. Caleg ini ketika terpilih akan menjadi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sesuai tingkatannya. Misalnya di Aceh, ada DPRK untuk tingkatan Kabupaten/Kota dan DPRA untuk tingkatan Provinsi, dan DPR-RI untuk tingkatan nasional sana—iyaa jauh di sana tanpa tahu entah ngapain saja mereka di sana? Sedang rakyat miskin makin melebar,, uppss!

Jadi antara  kamu dengan politik tidak bisa dipisahkan, karena mereka yang berkuasa sekarang adalah para pemenang atas pilihanmu. Terlepas dengan pilihan kamu yang kalah, karena pilihan kamu kalah makanya pilihan orang lain menang, ehh?

Nah, pilihanmu kemarin menang gak? Berapa banyak sih upah yang kamu dapat untuk nyoblos di hari itu?

Simple kan cara buat politik itu bersih? Ya, kamu dikasih upah untuk nyoblos, yang kasih upah ya Caleg yang ingin pakai jasa kamu untuk nyoblos dia! Soal  Caleg yang ditipu pemilih itu soal salah pilih Timses atau Strategi Politiknya yang kurang matang.

Itu juga inti poin kedua bahwa politik itu bersih, politik kotor itu hanya isu yang keluar dari mulut-mulut yang tidak bertanggung jawab!

Semakin prasangka politik kotor itu berkembang biak, semakin malang pula nasibmu dan para orang di sekitarmu. Bantahan politik kotor, hanya dalih. Coba ditimbang, apa manfaat pilihan gubernurmu di tahun 2017? Atau Caleg pilihanmu di Tahun 2019? Tentu semua pilihan itu secara langsung  mempengaruhi kehidupanmu dari segudang aturan dan kebijakan yang mereka lantunkan, terutama soal dimana kamu beraktivitas sehari-hari? Katakanlah warong kopi.

Nah, ketika mereka menaikkan  pajak warung kopi, harga keseluruhannya naik, yang sebelumnya segelas kopi hanya seharga 5000, sekarang 6000.  Selisih seribu itu meski kecil, coba dikali-kali deh. Bagaimana pengeluaran mu hari ini? Itung bulanan aja deh, terus itung juga hasil kerjamu sebulan berapa? Belum lagi kalau dihitung dengan harga kueh, nasi dll yang berlapak di warkop biasa kamu duduk.

Itu contoh kecil, belum bicara soal harga sembako naik, beras mahal, gula juga mahal, apalagi Emas juga mahal, menderita deh para pejuang Mahar, eh?

Tentu karana emas mahal pun akibat nilai tukar rupiah yang makin anjlok. Anjlok karena kebijakan ekonomi juga dari para penguasa.

Sekali lagi, perlu digaris bawahi, semua itu adalah dampak bagaimana pilihan kamu mengelola negara kita ini. Satu lagi, Pemerintah yang selalu kamu salahkan itu, itulah Pak Dewan dan Pak Presiden serta seperangkat turunan legislatif dan ekesekutif yang kamu pilih sebagai perwakilan politik. Nah, sedekat itulah hubungan kamu dengan politik. 

Bagaimana politik bisa menjadi ibadah?

Berbagai kegoblokan dan keserahakan para legislatif dan pimpinan eksekutif, bisa dibilang tidak akan menyumbang dosa kepada dirimu selama kamu memilih dengan niat yang benar dan berdasarkan azas pertimbangan yang menurut kamu bisa membawa kesejahteraan kehiduan dirimu dan masyarakat sekitar—inilah ijtihad mu dalam politik. Jadi amanah mu itu minimal sudah terpenuhi.

Yakinlah, pesanku sama bahwa “Berpolitik itu ibadah untuk menjamin terwujudnya hak-hak rakyat, yakni hak politik dan sipil rakyat yang dilegalisasi dalam konstitusi” cacatan pengantar dari DR. AM. Saefuddin  dalam Bukunya Ijtihad Politik Cendekiawan Muslim  (1996).

Jadi soal dimana kamu dalam politik, itu adalah kebutuhan dimana hakikatnya kamu bisa menjadi pemilih sosok yang menurutmu benar. Inilah bentuk ibadah dalam politik, karena Ibadah bukan hanya soal sholat, puasa, bersedekah, menuntut  ilmu  agama, berzikir dan juga menikah, tapi cakupan  yang  sangat luas dalam  kehiduan  sehari-hari, termasuk bagaimana  kamu  memilih Caleg kemarin, juga memilih gubernur atau walikota nanti, itu bisa jadi ibadah dengan niatmu, setidaknya untuk masa depan dirimu  sendiri. 

Argumen ini  juga didukung oleh fakta bahwa tujuan manusia hanya untuk ibadah sebagaimana QS. Az Zariyat ayat 56; "aku tidak menciptakan Jin dan  Manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku" Semoga! 



Agam Ramadhan, S.IP
, Alumni Prodi Ilmu Politik Unsyiah. Berkiprah sebagai Pengkaji Politik Praktis di Islamic Institute of Aceh (IIA). IG: agamramadhan_s.ip

 

Posting Komentar

0 Komentar