Apabila kita telusuri, Partai Politik muncul bersamaan dengan lahirnya semangat kebangsaan pada masa pendudukan Belanda. Embrio lahirnya partai politik didasarkan pada Maklumat Pemerintah 3 November 1945. Melalui maklumat tersebut pemerintah memberikan pesan dan menghendaki agar partai politik dapat dilahirkan. Tentu Tujuannya agar berbagai aliran paham yang ada dalam masyarakat dapat dipimpin ke jalan yang teratur. Segmentasi kelompok sudah muncul sebelum Indonesia dimerdekakan namun segmentasi itu diredam oleh para pendiri negara. Partai Politik hadir untuk mewakili segmen kelompok masyarakat tertentu. Pertanyaan mendasar yang muncul mengapa Indonesia memberikan ruang kepada partai politik?
Dalam rangka menjawab pertanyaan tersebut penulis mengutip pendapat Ichlasus Amal bahwa partai politik merupakan keharusan dalam kehidupan politik modern yang demokratis. Partai Politik sebagai suatu organisasi secara ideal dimaksudkan untuk mengaktifkan dan memobolisasi rakyat, mewakili kepentingan tertentu, memberi jalan kompromi bagi pendapat yang saling bersaing, serta menyediakan sarana suksesi kepemimpinan politik secara absah dan damai. Indonesia memilih demokrasi dalam pelaksanaan ketatanegaraannya maka memiliki konsekuensi logisnya yakni dalam sistem penyelenggaraan negara harus menjamin bahwa rakyat terlibat penuh dalam merencanakan, mengatur dan mengawasi serta menilai pelaksanaan fungsi-fungsi kekuasaan.
Sementara itu, untuk karakteristik dari demokrasi dapat dilihat terbuka melalui pembukaan UUD 1945 dan beberapa pasal UUD 1945 yakni: … maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat…, 10 Pasal 1 ayat (2), Pasal 2 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Pasal 4 Tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara, Pasal 19 Tentang Dewan Perwakilan Rakyat, Pasal 24 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Sistem kepartaian menjadi salah satu alat ukur apakah negara itu sebagai negara demokrasi atau bukan. Negara yang tidak menjadikan demokrasi sebagai pilihan dalam konstitusinya maka sistem kepartaian tidak ada, ataupun berjalan secara tidak jelas. Dengan demikian menempatkan Partai politik dalam kedudukan yang sentral. Yang mana partai politik memiliki tugas untuk menghimpun, menyalurkan dan menata aspirasi rakyat untuk kemudian dijadikan kebijakan publik yang sistematis dan terstruktur. Schattscheider juga menyampaikan bahwa partai politik yang membentuk demokrasi dan bukan sebaliknya. Frank J. Sorouf menyampaikan partai politik terdiri dari beberapa unsur yakni: (1) mengembangkan organisasi dan mencapai tujuan melalui pemilihan umum, (2) organisasi bersifat inklusif dan mencakup berbagai kelompok masyarakat (ekstensif), (3) perhatian utama pada panggung politik untuk mencapai tujuannya, (4) menunjukkan stabilitas dan berkelanjutan, serta bekerja sebagai suatu kesatuan dalam pembuatan keputusan dan loyalitas dari anggota-anggotanya.
Sebagaimana yang telah penulis kemukakan diatas bahwa partai politik lahir bersamaan dengan mewakili segmentasi kelompok tertentu. Segmentasi itu berimplikasi terhadap ideologi yang dimiliki oleh partai politik?
Sebelum penulis menguraikan ideologi yang dimiliki oleh partai politik, maka pada bagian ini akan menyampaikan bahwa secara konsep partai politik dapat dibedakan menjadi tiga katagori yakni: (1) Partai Massa, (2) Partai kader, (3) Partai Catch All. Partai massa, yakni partai yang mengutamakan dan mengandalkan jumlah anggotanya. Partai jenis ini memobilisasi masa dengan sebanyak-banyaknya dan mengembangkan diri sebagai pelindung bagi berbagai kelompok dalam masyarakat agar elektabilitas partai pada pemilihan umum dapat meningkat. Biasanya basis partai ini didasarkan pada kelas sosial tertentu, seperti orang kecil. Selain itu bisa juga dibasiskan agama. Para simpatisan partai ini cenderung bergabung karena adanya kesamaan identitas sosial ketimbang ideologi atau kebijakan, Partai kader, yakni partai yang tidak menekankan kepada banyaknya jumlah anggotanya melainkan terfokus kepada pembentukan loyalitas dan disiplin anggotanya sehingga tercipta sebuah partai yang solid. Partai ini mengasumsikan bahwa dengan jumlah yang sedikit maka tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya dapat dicapai. Proses pembentukan loyalitas dan disiplin yang tinggi tersebut tercermin dari proses seleksi anggota yang sangat ketat dan berjenjang, Partai Catch All, sepintas serupa dengan partai massa. Namun, berbeda dengan partai massa yang mendasarkan diri pada kelas tertentu, partai catch all menyatakan bahwa partainya mewakili kepentingan bangsa secara keseluruhan. Orientasi dari partai ini adalah semata-mata memenangkan pemilu. Oleh sebab itu, isu yang disampaikan ketika kampanye kerap kali berubah-ubah tergantung kepada isu yang sedang populer di kalangan pemilih. Partai Catch All juga sering disebut sebagai partai elektoral professional atau partai rational efficient. Umumnya partai di Indonesia lebih sering menonjolkan sebagai partai Catch All karena kenyataannya di Indonesia tidak ada partai yang benar-benar menampilkan ciri dari partai massa atau partai kader akan tetapi perpanduan kedua jenis partai tersebut. Hal ini terjadi karena di satu sisi partai mempunyai ideologi tertentu yang dijadikan acuan dalam mencapai tujuan dan orientasi untuk merekrut kader-kader berkualitas yang dapat dijadikan ikon bagi partai tersebut. Namun, disisi lain kebijakan partai juga memberikan peluang bagi siapa saja yang ingin bergabung menjadi anggota partai tanpa memandang latar belakang pekerjaan, pendidikan, pendidikan, agama bahkan ideologis sekalipun.
Keberadaan partai politik tentunya memiliki fungsi yang ingin diwujudkan. Almond dan Powel menyampaikan ada tiga fungsi partai politik yakni: (1) rekrutmen politik, (2) sosialisasi politik, (3) artikulasi dan agregasi kepentingan. Sementara Yves Meny dan Andrew Knapp menyampaikan ada empat fungsi partai politik yakni: (1) mobilisasi dan integrasi, (2) sarana pembentukan pengaruh perilaku memilih, (3) sarana rekrutmen politik dan (4) sarana elaborasi pilihan-pilihan kebijakan. Muchamad Ali Safa’at Tipologi dibedakan berdasarkan beberapa klasifikasi antara lain: (1) berdasarkan asas dan orientasinya, (2) berdasarkan komposisi dan fungsi anggotanya, (3) berdasarkan kemungkinan untuk memenangkan pemilu.
Partai politik selalu berkembang. Ramlan Surbakti menyampaikan ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan partai politik yakni: (1) the electoral dimension, (2) the interest of the party constityency, (3) party organization, (4) the party system, (5) policy formation (program dan ideologi), (6) policy implementation.
Proses pengdelegasian kepemimpinan dilakukan secara pemilihan umum dan melalui partai politik. Untuk menemukan segmetasi yang sesuai maka partai politik hadir dengan membawa identitas tersendiri. Identitas tersebut dimaksukan untuk menemukan konstituen masing-masing. Masyarakat di Indonesia memiliki kelompok-kelompok tersendiri. Feith dan Castles dalam Dhakidae membagi masyarakat kedalam empat kelompok yakni: (1) Kelompok Nasional, (2) Pembangunan, (3) agama dan (4) Sosialisme. Sementara Suryadinata membagi aliran politik Indonesia kepada dua katagori besar yakni: (1) aliran Pancasila dan (2) aliran politik Islam . Pengelompokan dan aliran tersebut maka dibaca oleh partai politik untuk menjadi arah perjuangan (ideologi partai). Asep Nurjaman mengelompokan ideologi partai politik kedalam empat katagori yakni: (1) Ideologi Islam, (2) Nasionalis Sekuler, (3) Nasionalis Religius, (4) Ideologi Kristen.
Namun menurut hemat penulis corak ideologi partai politik di Indonesia dewasa ini hanya dapat digolongkan kepada tiga yakni: (1) ideologi Islam, (2) Nasional Sekuler, (3) Nasionalis Religius. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjadi partai dengan ideologi Islam. Partai ini apabila kita telisik merupakan fusi dari empat partai besar Islam, yaitu Nahdlatul Ulama, Parmusi, PSII dan Perti. Lahir pada tanggal 5 Januari 1973. Soeharto melakukan penyederhanan parpol. Dengan demikian tidak mengherankan apabila Didalam pasal Anggaran Dasar pasal II menyebutkan PPP berasaskan Islam dengan bercirikan Ahlusunnah Wal Jama’ah dengan prinsip perjuangan PPP yakni: a. Prinsip ibadah; b. Prinsip amar ma’ruf nahi munkar; c. Prinsip kebenaran, kejujuran, dan keadilan; d. Prinsip musyawarah; e. Prinsip persamaan, kebersamaan, dan persatuan; f. Prinsip istiqamah. Dengan tujuan untuk terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur, sejahtera lahir-batin, dan demokratis dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila di bawah ridla Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Dari sudut pandang KH. Bisri Syamsuri persoalan aliran kepercayaan atau aliran kebatinan ini bertentangan dengan aqidah Islam karena lebih cenderung kepada syirik (perbuatan menyekutukan Allah) Alasan PPP dalam perlawanan di parlemen mengenai pencantuman P-4 dalam Tap MPR dikarenakan dengan memasukkan P 4 dalam Tap MPR akan membuat P-4 mempunyai kekuatan sebagai salah satu sumber hukum yang ada di Indonesia selain Pancasila. Kekhawatiran itu justru akan membuat kebingungan terhadap generasi penerus, apakah mereka akan memilih pedomannya atau Pancasila. P-4 ini juga akan dapat mengaburkan kemurnian Pancasila. Sementara dalam pandangan Islam secara umum adanya P-4 dikhawatirkan dapat mengganti posisi agama dalam kehidupan bermasyarakat. KH. Bisri Syamsuri berpandangan bahwa keputusan tesebut sebagai ancaman terhadap status Islam sebagai agama sehigga beliau memprotesnya dengan keras. Menghadapi dua permasalahan tersebut FPP secara kompak menolak keputusan tersebut. Setelah FPP melakukan berbagai usaha untuk mufakat mengalami dead lock, sementara scorsing dan lobbying dilakukan berkali-kali tanpa menunjukan hasil yang berarti, maka dilakukanlah voting. Melihat kemungkinan voting yang tidak mungkin dimenangkan karena adanya perbedaan perwakilan di DPR, akhirnya FPP mengambil tindakan politik dengan jalan walk out yang mengisyaratkan bahwa PPP tidak bertanggung jawab terhadap keputusan tesebut.
Dewasa Ini Bagaimana PPP?
Fakta empiris menunjukkan bahwa umat Islam Indonesia sedang berada dalam kondisi yang tidak pasti. Salah satunya dengan regulasi yang dijalankan Pemerintah selama pandemi Covid baik itu dengan melarang mudik, mengeser hari libur berkenaan dengan umat Islam. Memang dasarnya adalah pandemi namun persoalannya adalah pergeseran hari libur tersebut dilakukan beberapa saat sebelum masuk tanggal tersebut. Apabila dilakukan jauh sebelum hari h itu maka kecurigaan itu dapat dicegah terjadi. Selain itu juga jamaah Haji yang tidak kunjung di berangkatkan.
Apabila kita merujuk kepada pendapat Almond dan Powel ada tiga fungsi partai politik terutama bagian artikulasi dan agregasi kepentingan. PPP sejatinya menjadi penyambung lidah masyarakat di dalam parlemen. Namun menurut hemat kinerja PPP masih boleh maksimal. Penulis akan menampilkan beberapa faktanya, (1) belum berhasilnya jamaah Haji diberangkatkan sejak 2020. Ibadah Haji merupakan rukun Islam yang terakhir dan semua umat Islam Indonesia ingin mewujudkan hal itu, (2) Stigma teroris kepada umat Islam. Bukan hal yang baru umat Islam dicap teroris. Pelabelan Teroris kepada umat adalah hal yang keliru. Para pelaku tindak teror merupakan perseorangan maupun kelompok tak sedikitpun mewakili umat Islam. Mereka hanya mewakili pemikiran yang keliru, (3) Stigma Radikal kepada umat Islam. Padahal yang berpikir radikal tidak mewakili umat Islam namun stigma tersebut terus-menerus menyerang Islam.
Apabila dikaji secara historis, PPP merupakan partai yang lahir dalam rangka untuk mewujudkan perjuangan partai Islam yang harus dibubarkan pada masa Presiden Soeharto. Dengan demikian ada beban moral yang harus diperjuangkan oleh PPP. Oleh sebab itu tidak salah PPP meruapakan partai harapan umat Islam dalam perpolitikan. Pada harlah 49 menjadi sarana pengrefleksian, bagaimana kiprahnya selama ini. Apa yang penulis kemukakan diatas hanya sedikit harapan umat Islam yang muncul ke permukaan tentunya amat banyak sekali harapan umat yang patut direspon oleh PPP.
Saran kepada PPP
Momentum harlah yang ke-49 harus menjadi sarana pengrefleksian. Jangan puas dengan capaian kursi di DPR ataupun capaian kepada daerah yang berhasil dimenangkan namun harus kembali melihat sejauh mana sudah berkontribusi kepada umat. Masyarakat Indonesia amat beragam secara pemikiran, pendidikan dan profesi.
Dalam hal ada beberapa saran kepada PPP yakni, (1) Gali kembali aspirasi masyarakat yang terkubur. Masyarakat sejatinya selalu menyampaikan aspirasinya namun terkadang aspirasi masyarakat masih belum terakomodir. Oleh sebab itu, PPP harus mengali kembali, (2) Melaksanakan rumah aspirasi secara digital dan ofline. Perkembangan teknologi tentunya harus dimanfaatkan dengan baik melalui penampungan aspirasi untuk diperjuangkan baik itu secara digital maupun ofline. Tidak bisa dipungkiri ditengah perkembangan teknologi yang semakin pesat terdapat juga masyarakat yang belum melek dengan teknologi. Melalui kehadiran rumah aspirasi maka dapat dimanfaatkan masyarakat apa yang dialaminya, (3) mendata regulasi yang telah lahir berkenaan dengan kemaslahatan umat. Dinamika dalam parlemen dan eksekutif sesuatu yang tidak dapat dihindarkan namun proses dinamika yang dilakukan tentunya dalam rangka mencapai tujuan tersebut, (4) Sikap PPP harus mewakili kepentingan masyarakat. Partai politik terkadang lupa dengan AD Art nya demi mencapai kepentingan kelompok dengan membentuk para sistem oligarki. PPP harus berpijak berdasarkan kepenitingan rakyat.
“Ka’bah merupakan kiblat umat Islam, sudah sepatutnya PPP harus mewakili kepentingan umat Islam, tanpa tersandera dengan kepentingan kelompok. Jangan gadaikan cita-cita para pendiri partai demi kepentingan sesaat dan pribadi”. Jangan nodai Ka’bah. PPP Wujudkan cita-cita masyarakat terutama umat Islam. Jangan menyerah dan diwarnai dengan hal yang keliru. Teruslah jaya. Sekian Terima Kasih. Wasalam
*) Penulis :
Munawwar, S.Pd., S.IP(Alumni Ilmu Politik USK)
0 Komentar