Karya: Santi Rahmadhani |
Senja berlari-lari kecil di kaki malam,
meninggalkan siang dengan segala keangkuhannya, menuju malam yang penuh dengan
sandiwara.
Semua merasa aman dalam gelap, semua
merasa suci, adapun aku..
aku yang tak bisa menyembunyikan asa ku
dari kegelapan, aku yang terus meronta meneriaki maksud hati yang paling dalam,
kapan ku kembali? Wacana batin yang tak pernah usai, sejak gulungan hitam itu
merenggut harta masa kecilku.
Oh disana, istana putih itu, aku
masih ingin bermain disana,
menyentuh guratan – guratan halus setiap
jengkalnya, mencium satu persatu kembang mekar ditamannya,
Oh ibu, kaki kecilku belum puas meloncat
diatas tanahnya, aku masih ingin melukis mimpi ku dilangit itu, langit yang
menyaksikan larian kecilku, tawa candaku, derai tangisanku,
Oh tanah kepulangan, kapan kah kita hidup
kembali, pada masa itu, masa yang tak cukup ruang memori untuk ku menuturnya.
Berdiri ku dibibir pantai, meratapi ulah –
ulah lautan, meratapi diriku yang tak sedikitpun dikasihaninya- bocah kecil
yang direnggut masanya, bocah kecil yang takut dengan dunia barunya, bocah
kecil yang kehilangan teman, bocah kecil yang harus menerima segala keadaan
keterpurukan.
Hey laut, tangisan para korban mungkin tak
sebanding dengan banyak nya air mu.
Aku korban, mereka korban..
Kau sudah remaja bukan?
Tiga belas tahun usiamu, dan lihat lah
sekarang kami, kami para korban mu. Yang diam tak menggubris nama mu lagi, tapi
ingatlah, ada relung yang tak dangkal dalam jiwa kami, yang kosong menganga
menengadah kepada Ilahi,
senyum – senyum mulai terukir disana sini-
diwajah yatim piatu, wajah wanita renta sebatang kara, wajah pedagang kecil di
bibir pantai, mereka bersandiwara!
Dalam setiap deburan ombakmu, selalu ada
jiwa yang merintih, merindu pulang, pulang kembali pada hari itu,
Kau menyaksikan kebangkitan disana sini,
bahkan tugu memorendum mu dibangun oleh para korban, padahal mereka tau
seberapa dahsyat aksi mu dihari itu,
Kota Pasie Karam kini berganti kemegahan
pasca kepulanganmu, anak – anak manusia mulai menjejaki lagi bahu – bahu
lautanmu,
Kota kecilku, mulai bahagia setelah
hadirmu, mereka menutup luka – lukanya dengan sarung kehidupan baru.
Aku pulang, menyaksikan tanpa mengikuti
arus kebahagian itu, karena patrian dalam hatiku jelas, aku ingin pulang ke
istana putih itu lagi.
0 Komentar