Penulis Munawwar |
Aceh merupakan salah satu daerah provinsi
dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diberikan status Istimewa
dan juga khusus. Sebutan sebagai Daerah Istimewa Aceh diberikan oleh
Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno pada tahun 1959 melalui Misi
Perdana Menteri Hardi. Misi tersebut bermakna negara mengakui keistimewaan Aceh
dalam tiga hal, yaitu ; bidang agama, pendidikan, dan adat istiadat. Misi itu, hanya berbentuk maklumat saja,
bukan dalam bentuk Undang-Undang.
Empat puluh tahun kemudian,
keistimewaan Aceh diperkuat dengan Undang-Undang sebagai dasar hukum yang lebih
sempurna, yakni dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999
Tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh. Dengan Undang-Undang
ini, keistimewaan daerah Aceh diperluas menjadi empat bidang, yang meliputi
bidang agama, bidang agama, pendidikan, adat istiadat dan peningkatan peran
ulama.
Sedangkan kekhususan daerah
Istimewa Aceh, semula diatur dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 Tentang
Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Naggroe Aceh
Darussalam, yang kemudian sering disingkat dengan sebutan Provinsi NAD.
Kemudian setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang
Pemerintahan Aceh, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 dicabut kembali. Hal-hal
yang berkenaan dengan nilai-nilai kekhususan Aceh ditampung dalam Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2006, yang sering
disingkat dengan sebutan UUPA. Bahkan jika kita melihat materi dan isinya,
cakupan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 juga menampung sebagian isi dari
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999.
Sebagai negara konstitusi.
Indonesia memiliki mekanisme prosedural dalam merumuskan kebijakan, yaitu
melalui perwakilan baik itu perwakilan di legislatif dan esekutif. Perwakilan
tersebut harus melalui mekanismenya yaitu melalui partai politik. Partai
politik di sini dapat dimaknai sebagai jembatan atau pun kendaraan yang atur
oleh konstitusi untuk terjun di ranah politik.
Di Indonesia sendiri partai
politik memiliki ideologi sendiri, sebagaimana yang dijelaskan oleh; Imam Yudhi
Prasetya membagi Partai Politik di Indonesia menjadi tiga golongan ideologis.
Ideologi dimaksud adalah; (1). Ideologi Islam, (2). Ideologi Nasionalisme
Religius, dan (3). Nasionalisme Sekuler. Partai Politik yang menganut Ideologi
Islam adalah; Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Bulan Bintang (PBB),
Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Partai politik yang menganut
ideologi Nasionalisme Religius adalah; Nasional Demokrat (NasDem), Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Gerakan Indonesia Raya (GERINDRA), Partai
Demokrat, Partai Amanah Nasional (PAN), Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA),
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Partai Golangan Karya (GOLKAR).
Partai Politik yang mengadopsi ideologi Nasionalisme sekuler adalah ; Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Arah Partai Politik di Aceh
Berdasarkan data tersebut penulis
berpandangan bahwa setiap partai politik memiliki garis perjuangan sendiri, dan
garis perjuangan itu sendiri, tentunya harus sesuai dengan AD/RT partai itu
sendiri. Hal tersebut dapat kita pahami bahwasanya partai politik memiliki
tujuannya sendiri.
Meskipun demikian apabila kita
cermati secara seksama, partai politik yang berada di Aceh, cenderung menjual
isu syariat Islam, sebagai titik perjuangan mereka. Baru-baru ini tindakan yang
dilakukan oleh Kapolres Untung Sangaji, yang menangkap waria dan membina mereka
untuk dijadikan lelaki, tidak ada satu partai nasional yang beraksi untuk
mengecam tindakan tersebut.
Zulkifli Hasan ketua umum DPP PAN menyebut
ada lima fraksi di DPR RI yang mendukung LGBT.
Di samping itu juga Zulkifli Hasan
menilai tindakan Polres Aceh Utara justru melanggar HAM."Oh itu ndak
boleh. Rambutnya digunting dibotakin? Itu enggak boleh, sudah melanggar hak-hak
orang. Enggak bener itu, beliau juga menyebut Polres Aceh Utara telah berbuat
sewenang-wenang dengan mencukur rambut para waria yang tertangkap razia. Dia
menilai tindakan Polres Aceh Utara terhadap para waria adalah zalim.
"Itu enggak menghormati hak kemanusiaan dong.
Coba rambutnya yang nangkep itu dicukur juga, kan enggak boleh gitu.
Sewenang-wenang itu.
Kendati demikian Dpw dari setiap partai politik nasional
maupun lokal tidak ada satupun yang mengecam tndakan yang dilakukan oleh
Kapolres Aceh Utara tersebut Karena tindakan mengecam apa yang dilakukan oleh
Kapolres Aceh Utara, maka akan berdampak kepada justifikasi kepada partai
politik tersebut yang tidak pro kepada syariat Islam.
penulis beranggapan bahwa hal
tersebut merupakan hal yang lumrah yang dilakukan, mengingat masyarakat aceh
sangat sensitif apabila dihadapkan dengan sesuatu yang bertengan dengan syariat
islam. Hal tersebut dianggap sangat tidak populis.
Dalam hal ini penulis mencoba
melihat hal tersebut ke dalam kaca mata teori Image. Dimana teori image merupakan gambaran menyeluruh yang ada di
kepala pemilih mengenai kandidat maupun program dan proses pengambilan
keputusan tidak selamanya dipengaruhi oleh pengetahuan pemilih tentang
program-program partai maupun oleh informasi-informasi yang membangun brand
politik, tetapi proses itu dapat dipengaruhi oleh keterkesanan para kandidat
atau partai politik.
Menurut kavanagh (1997 : 13) image
politik melihat kadidat bukan berdasarkan realitas yang asli melainkan dari
sebuah proses kimiawi antara pemilih dan image kandidat. Image yang baik,
dengan sendirinya akan menaikkan popularitas dan elektabilitas kandidat, begitu
juga sebaliknya. Semakin dapat menampilkan image yang baik maka peluang untuk
meraup dukungan pemilih semaikin besar.
Oleh karenanya setiap Partai politik
baik itu nasional dan lokal di Aceh, melihat kepada sosok masyarakatnya. Di
aceh memang sejak dahulu di kenal masyarakatnya sangat religius. Dan mayoritas
masyarakat di Aceh beragama Islam. Berdasarkan hal tersebut maka apapun
ideologi partai secara nasional ketika tiba di Aceh maka sudah berbicara Islam.
Maka oleh karennya partai politik tersebut menjalankan startegi untuk di minati
oleh pemilih. Penulis beranggapan bahwa pangung politik dengan berjualan hampir
sama, di mana kita memasarkan produk agar di minati oleh pembeli untuk
berjualan, sedangkan politik juga memasarkan apa yang diperlukan oleh pemilih,
dengan melihat karateristik pemilih.
Dengan demikian arah partai politik
di aceh tentunya berorientasi kepada pemilih, kendati, seperti mengkebiri
ideologi partai politik itu sendiri. Tidak lama lagi ada pelaksanaan pesta
demokrasi yaitu di tahun 2019, semoga apapun yang dilakukan oleh partai politik
tidak mengurangi khitmat proses berdemokrasi di Aceh . aamin.
0 Komentar