Ilustrasi Geogle Oleh Munawwar |
Indonesia adalah negara yang cukup besar, dan juga memiliki
kelebihan-kelebihan di bandingkan dengan negara yang lain, berdasarkan sensus
penduduk yang dilakukan pada tahun 2012 mencatat bahwa di Indonesia memiliki
jumlah penduduk sekitar 223.451.831 juta jiwa, yang terbagi ke dalam 33
Provinsi (Buku pintar seri senior:Karangan H.M.Iwan Gayo, hlm.3).
Indonesia juga merupakan suatu negara dengan kawasan yang cukup luas,
bahkan tercatat dalam urutan ke 4 dengan populasi penduduk terbesar di dunia.
Memiliki wilayah dengan cakupan yang cukup luas, membuat Negara Indonesia
memiliki banyak persoalan yang belum terselesaikan sampai saat ini, baik yang
berkaitan dengan sektor perekonomian, pendidikan, sumber daya manusia dan
lain-lain. Indonesia telah melewati perjalanan panjangnya sejak tahun 1945,
namun melihat dari usia yang telah dicapai Indonesia saat ini, menggambarkan
bagaimana mirisnya kondisi Indonesia yang masih jauh dari kata maju.
Tujuan dari berdirinya suatu negara ialah untuk mensejahteraan dan
memakmurkan masyarakatnya. Namun yang terjadi saat ini ialah sebaliknya, Negara
Indonesia belum mampu mencapai tujuannya untuk kemaslahatan rakyat. Hal
tersebut tentu berkaitan dengan persoalan yang mengakar hingga kita terus
bergelut tanpa penyelesaian yang pasti terhadap problema tersebut.
Menurut Bapak
Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara, pengertian pendidikan yaitu tuntutan
dalam hidup tumbuhnya anak-anak yang bermaksud menuntun segala kekuatan kodrati
pada anak-anak itu supaya mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat mampu
menggapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Menurut Martinus Jan Langaveld pendidikan memiliki pengertian
sebagai upaya menolong anak untuk dapat melakukan tugas hidupnya secara mandiri
supaya dapat bertanggung jawab secara susila. Pendidikan merupakan usaha
manusia dewasa dalam membimbing manusia yang belum dewasa menuju kedewasaan.
Sedangkan menurut Undang-undang
SISDIKNAS Nomor 20 tahun 2003, pendidikan memiliki pengertian sebagai usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
sedemikian rupa supaya peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya secara
aktif supaya memiliki pengendalian diri, kecerdasan, keterampilan dalam
bermasyarakat, kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian serta akhlak mulia.
Maka dari pada itu penulis dapat
menyimpulkan bahwa pendidikan memiliki pengertian sabagai salah satu usaha yang
dilakukan untuk memberikan membentuk dan mencetak generasi muda yang memiliki
kualitas mempuni dan mampun beadaptasi dengan perkembangan zaman.
Posisi pendidikan di dalam suatu negara
cukup dominan dan sangat sentral, karena pendidikan ini dapat membuat negara
tersebut mengarahkan ke arah kemajuan, penulis teringat sedikit dengan kisah
negara jepang, dimana negara Jepang pada era tersebut adalah negara Super Power, setelah di jatuhkan bom
atom oleh negara sekutu, membuat negara jepang hancur, karena dua kota
starategisnya sudah hancur, yaitu kota hirosima dan nagasaki, yang menarik
setelah kejadian ini adalah pertanyaan, yang di tanyakan oleh kaisar Jepang
berapa banyak guru yang masih tinggal, dari pertanyaan ini tentunya dapat kita
pahami kaisar Jepang kala ini itu, mengerti bahwa guru ini bisa mendidik
generasi Jepang selanjutnya untuk menjadi kembali membangun Jepang, yah, hari
ini dapat kita lihat bagaimana Jepang untuk segi Teknologi begitu maju, dengan
lahir berbagai terobosan-terobasan baru segala sektor mereka ciptakan teknologi
yang bisa mempermudah sektor tersebut.
Apabila kita lihat hari ini, tentunya
kejadian beberapa puluhan tahun silam, tidak pernah terjadi, kesimpulan dari
sedikit kisah ini ialah, bahwa pendidikan, menjadi aspek yang begitu penting
untuk membangun suatu negara.dengan lahirnya berbagai sumber daya manusia yang
mempuni, maka tentunya hal ini bisa meningkatkan kapasitas pendapatan suatu
negara.
Berdasarkan undang-undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 3 menyebutkan
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Oleh sebab itu, pendidikan pada dasarnya mempunyai sesatu yang ingin di
capai, oleh karena itu, untuk mencapai hal tersebut maka di buat suatu sistem
secara sistematis. Agar segala tujuannya dapat tercapai,salah satu sistem yang
di buat adalah ujian Nasional atau UN.
Lalu
Bagaimana Pelaksanaan UN apakah Relevan di jadikan sebagai Pengukur Mutu
Pendidikan
menurut hemat penulis sangat tidak relevan lagi untuk dilaksanakan, dan
juga apa yang ingin di capai hingga hari ini belumlah tercapai. Di sisi lain
ujian Nasional banyak menyedot anggaran secara sia-sia, untuk tahun 2014 saja
pemerintah menganggarkan dana sebesar Rp 570 Miliar untuk pelaksanaan Ujian
Nasional.
(sumber:Kabar24.bisnis.com/24/02/20144/un-2014-sedot-anggaran-Rp570-M). Pada
tahun 2015 pelaksanaan Ujian Nasional akan menghabiskan biaya hingga 560
miliar.
(sumber:news.okezone.com/23/01/2015/anggaran-ujian-nasional-2015-capai-rp560-M)
Tentunya dana tersebut tidaklah sedikit,
banyangka apabila dana tersebut digunakan untuk mengetaskan kemiskinan,
tentunya hal tersebut, bisa meembantu cukup banyak, apalagi badan pusat
statistik pusat mencatat angka kemiskinan di Indonesia mencapai 11,13 persen.
Dari data UNESCO tahun 2012, menempatkan
Indonesia di peringkat ke 64 dari 120 negara berdasarkan indeks Pembangunan
pendidikan. Untuk tahun 2014 Indeks pembangunan pendidikan Indonesia untuk
semua atau The Education For All
Development index (EDI) berada pada peringkat 57 dari 115.
Untuk nilai pencapaian pendidikan yang
dimiliki Indonesia, diberi skor -2,11, dan untuk lima negara dengan rangking
terbawah Indonesia berada pada peringkat terbawah.
(sumber:news.okezone.com/13/05/2014/rangking/mutu/pendidikan-ri-di-dunia-palingjeblok).
Dari beberapa data yang telah penulis
sebutkan di atas, menadakan bahwa ujian nasional, belum bisa di jadikan sebagai
acuan untuk meningkatkan mutu, baru bisa dijadikan sebagai salah satu program
yang cukup banyak menyedot anggaran negara.
Ditinjau dari tugas para guru di sekolah
sebagai pendidik maka sudah barang tentu guru memliki kewajiban untuk memberik
penilaian terhadap prestasi belajar siswa. Dalam penilaian prestasi belajar
siswa guru telah melaksanakan ujian nasional berupa tes formatif dan tes
sumatif yang nantiknya akan dihitung untuk menentukan nilai akhir guna
menentukan kelulusan siswa terhadap mata pelajaran yang diikutinya. Dalam
jenjang pendidikan SLTP dan SLTA ada banyak mata pelajari yang pelajari.
Sedangkan UN hanya tiga atau empat mata pelajaran yang sesuai POS UN yang akan
diujikan dan sekaligus sebagai syarat kelulusan siswa.
Apalagi, bila kita lihat mekanisme ujian
Nasional, ini tidak melibatkan guru, untuk memberikan penilaian, ataupun posisi
guru di Ujian Nasional, tidak ada, pada dasarnya yang mengerti perkembangan
peserta didik adalah guru, guru memilki ototritas untuk merencanakan, menyusun
dan memberikan penilaian kepada siswa-siswanya sebagai bagian integral dari
tugas seorang guru, oleh sebab itu, banyak sekali kejadian siswa yang pintar di
dalam kelas belum tentu baik untuk menajwab soal Ujian Nasional, hal tersebut
terjadi di karenakan yang bisannya di kelas-kelas biasa-biasa saja, namun di
saat ujuan nasional, menjadi begitu pintar, ternyata di disebabkan dengan
adanya kebocoran soal, untuk pelaksanaan Ujian Nasional berbasis komputer, Inspektur
Jenderal daryanto mengaku Pihaknya menerima sebanyak 17 laporan pengaduan isu
kebocoran ujian Nasional (sumber:kompas Nasional/10/04/2017).
Artinya di sini, pelaksanaan Ujian
Nasional, bagiamana pun metode yang digunakan tetap saja masih memiliki
bayang-bayang praktek kecurangan melalui bocornya soal ujian Nasional, artinya
di sini, pelaksanaan Ujian Nasional belum bisa di jadikan sebagai ukuran peningkatan
mutu pendidikan, toh yang terlihat pintar di saat Ujian Nasional adalah peserta
didik yang mendapatkan kunci jawaban, dan tentunya hal melahirkan diskriminasi
kepada peserta didik yang memang alamiah pinter bisa di buktikan dengan
memperoleh nilai kumulatif di atas rata-rata.
Apabila prektek Ujian Nasional selalu
seperti ini, maka tentuya, sudah menyalahi secara aturan konstitusi negara
Indonesia yaitu pasal 28 I ayat 2, yang berbunyi ” setiap orang berhak bebas
dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak
mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
Di tambah lagi pelaksanaan Ujian
Nasional biasanya hanya menguji tiga atau mata pelajaran, tentunya sangat
banyak mata pelajaran yang di pelajari oleh perserta didik di sekolah, maka
dari pada itu menguji hanya beberapa mata pelajaran saja bisa dikatakan adil
hal ini, tentunya tidak.
Apabila ketentuan seperti itu, tetunya,
akan lebih baik ketika peserta didik hanya di di fokuskan untuk mempelajari
mata pelajaran yang di uji melalui Ujian Nasional saja, dan mata pelajaran
lainnya untuk tidak harus di pelajari saja, sehingga peserta didik akan fokus
terhadap mata pelajaran itu, maka peserta didik akan memcapai target yang di
canangkan oleh lembaga terkait, namun kenyataannya tidak, peserta didik di
tuntut untuk menguasai berbagai mata pelajaran, dan di akhir sekolah dalam hal
ini kelas tiga baik itu jenjang SLTP maupun SLTA akan mengikuti Ujian Nasional
dengan bobot setiap tahunnya ada peningkatan, malah menurut hemat penulis hal
ini melahirkan beban semakin besar, salah satu contohnya ialah seperti yang di
alami oleh Siswa kelas III SMP di Pendokpetir, Bojongsari depok, memilih
gantung diri di rumahnnya, remaja itu, bunuh diri dikarenakan takut tidak lulus
Ujian Nasional.
Menurut hemat penulis hal tersebut
merupakan hal yang wajar terjadi, mengingat tekanan yang begitu besar yang
dilakukan oleh siswa di saat pelaksaan Ujian Nasional, tidak jarang soal-soal
yang di uji di saat Ujian nasional, itu sangat berbeda dengan apa yang mereka
pelajari di sekolah, sehingga di saat melihat soalnya akan ada depresi yang
begitu besar.
Tidak bisa di pungkiri bahwa ada
perbedaaan yang cukup menonjol antara sekolah di desa dan di kota, baik itu
secara kurikulum, yang sering tertinggal antara sekolah kota dan desa,
perbedaan itu banyak sekali di sebabkan oleh berbagai faktor, baik itu dari
fasilitas insfrastruktur yang kurang hingga jumlah pendidik yang sangat
kurang.oleh sebab itu di saat ujian Nasional di berlakukan maka siswa/siswi
yang bersekolah di desa akan sangat terkejut untuk menjawab soal ujian yang di
uji tersebut.
Pada dasarnya Ujian Nasional memiliki
beberapa tujuan yang ingin di capai,
yaitu, pertama, Pemetaan mutu
satuan, kedua, Seleksi Masuk jenjang
berikutnya, ketiga, penetuan
Kelulusan Peserta didik dari suatu satuan pendidikan, keempat, akreditasi
satuan pendidikan, dan yang terakhir adalah sebagai pembinaan dan pemberian
bantuan kepada satuan pendidikan.
Menurut hemat penulis sejak di mulai di
berlakukan Ujian Nasional dari tahun 2005 hingga sekarang, tujuan dasar yang
ingin di capai dari pada di rumuskan Ujian Nasional sebagai suatu kebijakan,
agar tercapai hal tersebut, hingga hari ini belum tercapai apabila kita
hitung-hitung sudah hampir 12 tahun ujian Nasional di berlakukan, namun hasil
nol besar. Maka dari pada itu menurut hemat penulis Ujian Nasional lebih baik
di hapus atau di tiadakan saja, karena apabila kita lihat posisi Ujian Nasional
pada hari ini, belum bisa menjadi ukuran untuk meningkatkan mutu pendidika
Indonesia, sampai kapan pendidikan kita bersifat stagna (jalan di tempat) tanpa adanya perbaikan.
Sudah sepatutnya agar kita mengoptimalkan
fungsi guru sebagai pendidik, karena pada dasarnya mengembangkan potensi
peserta didik sudah menjadi otoritas seorang guru, toh Jepang saja percaya
terhadap kemampuan guru untuk meningkatkan generasinya, kenapa kita tidak
percaya, barangkali hal tersebut menjadi suatu persoalan yang membuat
pendidikan kita tidak berkembang, karena kita tidak percaya kepada guru, malah
yang anehnya guru yang mendidik namun yang memberi nilai bukan guru.
0 Komentar