ilustrasi geogle Oleh Munawwar |
Aceh
merupakan suatu provinsi yang cukup unik apabila di bandingkan dengan provinsi
yang lain, semua hal ada di Aceh ini, dari masyarakatnya yang ramah tamah
hingga masyarakat yang heroik di dalam berperan, keheroinya dapat kita lihat
dari beberapa perang yang pernah dilakoni oleh masyarakat Aceh tidak ada
satupun yang mencatatkan bahwa masyarakat Aceh kalah dan tidak melakukan
perjuangan lagi, lihat saja seperti di saat Belanda datang ke Aceh, bagaimana
masyarakat Aceh terus saja berjuang, walaupun pemimpinnya sudah tidak ada
lagi.namun masyarakat Aceh tetap saja berjuang, atas dasarnya juga yang membuat
seokarno bisa mengklaim bahwa Belanda belum bisa menaklukan Indonesia, buktinya
di Aceh masih saja berkecamuk perperangan, artinya Belanda belum bisa mengklaim
bahwa telah berhasil menjajah Indonesia.
Di saat seseorang datang ke Aceh dua hal
yang begitu menonjol untuk di ingat ialah dua musibah yang begitu dasyat yaitu
konflik dan musibah Tsunami, akibat dua musibah ini telah berhasil memporak
poradakn Aceh hingga hancur berkeping-keping.dan sekarang Aceh secara
perlahan-lahan sudah mulai bangkit, walaupun tidak bisa di pungkiri bahwa Aceh
masih saja berada dalam kondisi yang belum 100 sembuh dari dua musibah itu.
Di tambah lagi hampir rata-rata
masyarakat Aceh di hingapi rasa trauman yang begitu mendalam, bagaimana tidak,
kedua musibah itu telah berhasil membuat masyarakat Aceh trauma, atau adanya
ketakutan akan terulang kembali musibah ini. Apalagi musibah tsunami merupakan
suatu musibah yang belum pernah terbayangkan oleh mayoritas masyarakat Aceh,
karena secara sejarah belum pernah ada yang mencatatkan bahwa Aceh pernah
mengalami musibah tsunami, namun berbeda dengan konflik, karena konflik ini
memang sudah mengakar di dalam jiwa masyarakat Aceh, karena retetan konflik
sudah terjadi sejak dahulu, di saat Aceh masih berbentuk kerajaan saja sudah
ada konflik, konflik sudah di mulai di saat kedatangan portugis ke Aceh , di
lanjutkan dengan kedatangan Belanda dan di akhiri dengan Jepang.
Konflik di Aceh tidak hanya berakhir di
saat kedatangan bangsa asing saja, di saat Indonesia sudah merdeka, masyarakat
Aceh kembali familiar dengan konflik, di aklamasi pergerakan DII/TII Aceh yang
di pelopori oleh Daud Bereueh, membuat sifat heroik masyarakat Aceh kembali
terpanggil, konflik di Aceh tidak hanya berhenti di saat terjalin perjanjian
damai antara Daud Bereuh dengan pihak RI yang selanjutnya perjanjian ini di
kenal dengan sebutan ikrar lamteh. Selanjutnya Aceh kembali di landa konflik
yang di pelopori oleh anak didik Daud Bereueh yaitu Tgk Hasan Muhammad di Tiro
lewat, gerakan Aceh Merdeka.
Lantas
Apa persoalan yang cukup besar di Aceh?
Menurut hemat penulis sangat sulit,
apalagi harus menjawab pertanyaan tersebut, karena pada dasarnya cukup banyak
persoalan yang ada di Aceh, baik itu sektor pendidikan, sektor perekonomian dan
lain sebagainnya, dalam hal ini penulis hanya ingin konsen di dalam membahas
sektor perekonomian, karena menurut hemat penulis, sektor ini yang sangat
subtansial untuk di cari jalan keluarnya terlebih dahulu, walaupun juga tidak
bisa di pungkiri bahwa sektor yang lain juga amat penting.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
(BPS) Aceh, pertumbuhan ekonomi tanpa minyak dan gas (migas) pada triwulan I
2016 tumbuh melambat yakni 3,96%. Di tambah lagi pertumbuhan ekonomi Aceh dari
sisa pengeluaran pada 2016 masih menurun sebesar 18,39%.(sumber rubik opini
serambi Indonesia, 1/02/2017 dengan judul politik anggaran publik APBA, oleh
Taufiq Abdul Rahim.)
Ya, kemiskinan menjadi hal yang cukup
besar yang melanda Aceh, berdasarkan data stastik 16,73 masyarakat Aceh berada
dalam keadaan kemiskinan, dan juga Aceh mendepati posisi kedua di Sumatera
setelah Bengkulu sebagai daerah termiskin, di tambah lagi masyarakat Aceh
memiliki mata pencarian yang beragam, baik itu PNS, petani, pedagang maupun
wiraswasta dan sebagainnya.
Kemiskinan menjadi hal yang patut untuk di
cari jalan keluarnya, apalagi sejak tahun 2008 Aceh telah di di berikan atau di
dukung dengan adanya dana otonomi khusus, dimana dana ini lahir sebagai suatu
kesepakatan damai antara pihak Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan pihak
Gerakan Aceh Meredeka ,untuk tahun ini saja Aceh memperoleh dana otsus sebesar
8, T, tentunya jumlah tersebut bukanlah jumlah yang sedikit, apabila bisa di
kelola dengan baik maka sudah barang tentu bisa menyelesaikan masalah
kemiskinan ini.
Menurut hemat penulis, sebenarnya
masalah kemiskinan ini tidak bisa di biarkan berlangsung secara berlarut-larut,
karena hal ini menyangkut keadaan masyarakat Aceh, sudah seyogiannya masyarakat
Aceh bisa hidup dengan keadaan yang cukup layak, apalagi Aceh memiliki kekayaan
alam yang melimpah ruah, di Aceh juga terdapat tambang yang cukup banyak, dan
di Aceh terdapat gas alam, maka sudah sepatutnya masyarakat Aceh berada dalam
keadaaan yang cukup layak, penulis memberikan contoh, seperti negara Singapura,
di mana negara ini tidak memiliki kekayaan alam seperti kita bahkan mereka
tidak memiliki kekayaan alam sedikit pun, namun keadaan masyarakat begitu baik,
tentu hal ini berbanding terbalik dengan kita.
Lantas
apakah solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini?
Penulis menawarkan satu
solusi yang patut untuk dilaksanakan ataupun di terapkan, dan solusi tersebut
ialah dengan menerapkan ekonomi kreatif, di mana pemerintah dewasa ini tidak
hanya memusatkan satu bidang saja ataupun hanya mengeluarkan anggaran yang
begitu besar namun tidak memiliki pengaruh yang besar di dalam mengatasi
kemiskinan.
Seyogiannya, pemerintah harus mengambil
peran di dalam mendorong terciptanya kretivitas pada diri masyarakat Aceh,
menurut hemat penulis ini adalah solusi yang tepat, di tambah lagi Aceh kaya
dengan kekayaan alam yang melimpah ruah, namun persoalannya sangat sedikit yang
memanfaatkan hal tersebut.
Dengan demikian pemerintah harus bisa
mendorong agar terciptanya kretivitas pada diri masyarakat, karena menurut
hemat penulis, sebenarnya Aceh bisa menjadi suatu daerah yang kaya raya,
masyarakatnya memiliki mata pencarian yang layak, hal ini kita lihat dengan
kapasitas sumber daya alam yang berada di Aceh.
Aceh kaya dengan emas, di mana di Aceh
terdapat beberapa titik yang terdapat emas, sepertihalnya yang terdapat di
Geumpang, Calang dan lain sebagainnya, Aceh juga memiliki kekayaan lain,
sumburnya tanah, sehingga apapun yang di tanam, tentunya semuanya tumbuh dan
berkembang. Contohnya seperti pohon coklat, di mana banyak sekali di tanam
pohon coklat di Aceh khususnya di Daerah Pidie dan Pidie jaya, di mana kedua
kabupaten terkenal dengan penghasil coklat yang cukup melimpah, namun
persoalannya di sini ialah tidak adanya mesin pengolahan coklat yang terdapat
di pidie, padahal tentunya dengan memiliki pengolahan coklat ini, maka sudah
barang tentu membuat menanam coklat menjadi suatu pekerjaan yang layak dan bisa
di pasarkan, bayangkan berapa banyak bisa membantu pengganguran, maka dari pada
itu sudah sepatutnya agar pemerintah bisa mengembangkan dan mengoptimalkan
potensi yang dimiliki.
Tidak hanya coklat yang cukup berpotensi
untuk mengetaskan kemiskinan di Aceh, kelapa dan pisang , menurut hemat penulis,
apabila bisa di optimalkan hal ini cukup menjanjikan, pohon kelapa memiliki air
dan daun yang memiliki banyak sekali kegunaannya, apabila airnya bisa menjadi
hal yang baik untuk kesehatan, apabila airnya ini bisa di diolah menjadi
sesuatu yang berbeda di bandingkan dengan yang lain, maka hal tersebut tentunya
menjadi hal yang cukup bagus dan hal ini boleh jadi sebagai solusi yang tepat
untuk menetaskan kemisinan, seperti halnya penulis jelaskan di atas bahwa
kelapa tidak hanya airnya saja yang bisa di gunakan namun daunnya juga bisa di
digunakan ataupun di kreasikan menjadi sesuatu yang bernilai, apalagi daun
kelapa ini bisa di gunakan untuk membuat tikar dan lain sebagainnya. Tentunya
hal ini sangat berguna ataupun bisa menjadi sarana yang sangat tepat untuk
mengurangi penggaguran yang ada di Aceh.
Tidak hanya kelapa saja yang bisa di
manfaat untuk di jadikan sebagai salah satu solusi di dalam menetaskan
kemiskinan, namun,pohon pisang juga bisa di jadikan sebagai salah satu solusi
yang lain, di mana pohon pisang ini memiliki daun yang cukup banyak, apabila
daun ini bisa di optimalkan dalam arti di sini bisa di awetkan, ataupun menjadi
suatu industri pengekspor daun pisang baik itu dalam skala nasional maupun
dalam skala internasional maka sudah barang tentu industri yang kecil ini bisa
menjadi indsutri yang besar, karena barang kali hari ini sangat sedikit yang
memahami bahwa sesuatu yang di anggap kecil itu bisa besar apabila bisa di
manfaat dengan baik, boleh jadi negara-negara seperti singapura maju di
karenakan pemerintahnya bisa mendorong agar masyarakatnya bisa menciptakan yang
kecil menjadi besar, semoga Aceh ke depan lebih baik lagi dengan terlaksananya
ekonomi kreatif mudah-mudahan bisa menjadi salah satu solusi yang tepat di
dalam mengatasi persoalan kemiskina di Aceh, Ammin.
0 Komentar