Ilustrasi Geogle Oleh Munawwar |
barangkali banyak nama nama yang di sematkan kepada Provinsi Aceh, mulai dari sifart masyarakat yang heroik, hingga daerah yang kerap di landa konflik, dan juga dengan daerah yang mayoritas masyarakatnya Muslim. Hampir semua nama tersebut, memang hal yang bisa mengambarkan keadaan Aceh sebenarnya.
Aceh adalah sebuah daerah yang tercatat
sebagai suatu daerah yang kerap di landa konflik, baik itu konflik pada masa
penjajahan maupun konflik pada masa pasca kemerdekaan, apalabila pada masa
penjajahan, konflik yang dilakoni oleh masyarakat Aceh adalah konflik agama,
atau dengan kata lain berperang melawan kafir, yang mencoba menghancurkan agama
Islam. Sehingga perang ini di kenal dengan perang suci, dimana siapapun yang
meninggal maka di kenal sebagai orang yang syahid.
Setelah perang dengan Belanda berakhir,
maka datanglah Jepang untuk menjajah Aceh, oleh karenanya membuka masyarakat
Aceh harus kembali melakoni perang dengan mereka dan perang ini juga masih di
kenal sebagai perang suci atau perang melawan kafir. Hikayat-hikayat perang
sabi menjadi hal yang bisa mendokrak semangat para pejuang Aceh.
Ternyata perang dengan Jepang dan Belanda
tadi belumlah menjadi perang yang terakhir, karena kendatipun Indonesia sudah
merdeka pada tahun 1945 dan pada tahun 1953 Tgk Daud Bereuh kembali membawa
masyarakat Aceh untuk kembali melakoni perang dengan pemerintah Republik
Indonesia, daud Bereueh yang bergabung dengan gerakan yang di bangun oleh
Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, dimna gerakan ini di peruntunkan untuk
mendirikan Negara Islam Indonesia.
Daud bereueh merupakan pemimpin gerakan
ini di Aceh, oleh karenanya, membuat Daud bereuh mengistruksikan seluruh rakyat
aceh untuk bergabung ke dalam gerakan ini. Di tambah lagi Tgk Daud bereueh merupakan
salah satu ulama yang sangat di cintai oleh masyarakat Aceh dan juga beliau
merupakan Gubernur Aceh dan ketua PUSA.
Konflik ini reda setelah ada kesepakatan
yang di kenal dengan sebutan ikrar lamteh, dimana ikrar menjadi kesapakatan
untuk mengkhiri konflik tadi. Namun setelah berakhir masa Tgk Daud Bereuh
dengan pergerakan DII/TI nya ternyata belum mengakhiri konflik yang terjadi di
aceh, karena setelahnya lahirnya pergerakan baru yang di pelopori oleh Tgk
Hasan di Tiro lewat gerakan Aceh Merdeka atau GAM, pada tahun 1976. Dimana
gerakan ini lahir untuk menuntut keadilan, dimana sebelumnya beliau melihat
bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia memperlakukan Aceh dengan tidak baik
atau dengan kata lain ada diskriminasi yang di lakukan.
Akhirnya konflik ini baru bisa berakhir
lewat di tandatangani perjanjian damai anatara Negara Kesatuan Republik
Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki, perjanjian ini
selanjutnya dikenal dengan sebutan MOU Helsinki. Implementasi dari pada MOU ini
adalah dengan lahirnya Qanun nomor 11 tahun 2006 tentang pemerintah Aceh, di
dalam Qanun ini berisi akan semua kesepakatan damai antara Gerakan Aceh Merdeka
dengan Pemerintah Aceh.
Lantas
bagaimana pemerintah Aceh Dewasa Ini
Cukup banyak persoalan yang ada di Aceh,
mulai dari sektor pendidikan, ekonomi, politik, dan beberapa bidang yang
lainnya.
Pendidikan
Menurut
penulis sektor pendidikan juga merupakan sektor yang amat penting, untuk
pelaksanaan UN 2013/2014 Aceh menduduki peringkat pertama sebagai provinsi
dengan tingkat ketidaklulusan peserta Ujian Nasional (UN) tertinggi di
Indonesia. tercatat 785 siswa SMA/sederajatnya di sana gagal UN tahun 2013/2014
atau terbanyak bila dibandingkan 34 provinsi yang ada. (oke zone 2015/05/20).
Di tambah lagi di tahun 2014 Aceh menempati peringkat 30 dari 34 provinsi yang
ada di Indonesia, dan pada tahun 2015 Aceh menempati peringkat 32 dari 34
provinsi yang ada (serambi Indonesia senin,2016/05/02) , tentunya peringkat ini
adalah suatu hal sangat tidak bagus.
Ekonomi
Menurut hemat Penulis sektor perokonomian
di Aceh masih sanga daripada harapan, Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, pertumbuhan ekonomi tanpa minyak dan gas
(migas) pada triwulan I 2016 tumbuh melambat yakni 3,96%. Di tambah lagi
pertumbuhan ekonomi Aceh dari sisa pengeluaran pada 2016 masih menurun sebesar
18,39%.(sumber rubik opini serambi Indonesia, 1/02/2017 dengan judul politik
anggaran publik APBA, oleh Taufiq Abdul Rahim.)
Triwulan I 2016 pada 4 Mei
2016 juga menunjukkan angka pengangguran Aceh periode Februari 2016 masih
tinggi dibanding periode Februari 2015 lalu, mencapai 8,13 persen. Jumlah
Pengangguran di Aceh per Februari 2016 mencapai 182 ribu orang, mengalami
peningkatan sebesar 7 ribu dibandingkan dengan kondisi Februari 2015 lalu yaitu
175 ribu (7,73 persen), namun lebih rendah dari TPT Agustus 2015 sebesar 9,93
persen.(Harian Aceh, (2016/05/09)
Badan Pusat Statistik (BPS), mencatat
bahwa penduduk miskin Aceh pada bulan Maret 2015 mencapai 851.000 orang atau
bertambah 14.000 orang dibanding posisi September 2014.pada posisi Maret 2015
mencapai 851.000 orang atau 17,08 persen. Artinya, bertambah sebanyak 14.000
orang bila dibandingkan dengan September 2014 yang jumlahnya 837.000 orang atau
16,98 persen. (Klikkabar, 2015/09/16).
Politik
Menurut hemat penulis dunia perpolitikan juga masih kurang baik
atau dengan kata lain asas demokrasi di Aceh masih belum berjalan secara
maksimal, salah satu contohnya ialah seperti yang menimpa, Muhammad Azmumi
alias Bodrex, caleg DPRA dari PA (partai Aceh) yang mobilnya musnah dibakar
oleh orang tidak dikenal (OTK) (serambi, 20/1/2014), belum lagi aksi
pengeroyokan dan penculikan yang dialami Ramli dan Jufradi, keduannya merupakan
kader PNA (Asmaul husna, berpolitiklah secara sehat dan santun, Rubrik Opini,
serambi Indonesia, 25/1/2014).
Tentunya hal ini di
latarbelangkangi oleh faktor konflik
yang dapat membentuk pola kebiasaan dan tentunya perubahan pola ini
membutuhkan waktu, maka daripada itu menurut hemat penulis hal ini bisa di ubah
secara perlahan-lahan, yang nantiknya masyarakat Aceh akan lebih cerdas dan
santun di dalam berpolitik.
Lantas Apa
Solusinya
Menurut hemat penulis ketiga hal yang sudah penulis paparkan di
atas bukan tidak jalan keluar ataupun solusinya, akan tetapi di dalam
menyeleasikan ketiga masalah tersebut membutuhkan startegi yang tepat, dan
menurut hemat penulis yaitu itu dengan mendorong terciptanya Good Governance
di Aceh, menurut Mardiasmo (1999:18) Good
Governance adalah suatu konsep pendekatan yang berorientasi kepada
pembangunan sector public oleh pemerintahan yang baik. Artinya
disini bahwa pemerintah memiliki peranan penting di dalam mendorong terwujudnya
kepetingan publik ataupu masyarakat.
Dengan
demikian mendorong terwujudnya Good Governance di aceh adalah tanggung
jawab semua elemen dan tidak terkecuali, salah satu dari pada prinsip Good
Governance adalah partisipasi, dan maksud daripada partisipasi di sini
ialah peran dari seluruh masyarakat.
Apabila
Aceh telah berhasil mendorong ataupun melaksanakan Good Governance maka
sudah barang tentu ketiga persoalan di atas akan selesai, karena pada dasarnya
di saat pemerintah sudah berhasil mengelola dengan baik, maka tentunya
pendididkan, ekonomi dan politik, dan lainnyanya pun akan naik atau pun ada
perkembangan.
Besar
harapan masyarakat Aceh akan terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran dan
menurut hemat penulis caranya ialah dengan mewujudkan Good Governance,
di Aceh, semoga Good Governance Di Aceh segera teralisasi dengan baik,
Ammin.
0 Komentar