“…Pemerintah
RI menyepakati dan akan memfasilitasi pembentukan partai-partai politik yang
berbasis di Aceh yang memenuhi persyaratan nasional…”.
Begitulah
bunyi salah satu potongan frasa dalam MoU Helsinky tentang
Partisipasi Politik. Ianya menjadi tonggak awal sejarah baru Aceh modern yang
membuat Aceh mempunyai sebuah ‘peta baru' dalam tatanan kekuatan – kekuatan
politik yang ada di Aceh.
Peta
merujuk pada gambaran umum tentang keadaan tempat, wilayah dan atau medan
tertentu yang dapat dijadikan dasar dalam menentukan arah yang hendak
dituju. Kalau itu
menyangkut peta politik akan meliputi antara lain gambaran wilayah, medan,
situasi dan kondisi politik dalam suatu mendan tertentu. Nasional dan lokal
merujuk pada wilayah dimana politik itu beroperasi. Peta politik berlangsung
sangat dinamis, mengalami pasang surut sesuai dengan situasi dan kondisi
politik yang ada dan terjadi pada wilayah medan politik.
Politik sebagai sebuah terminologi mengadung arti sangat
luas, batasan-batasan politik sebagaimana dirumuskan oleh para teoritisi
politik lazim diartikan sebagai upaya mengatur negara dan melaksanakan
pemerintahan melalui proses perebutan kekuasaan yang konstitusional dengan
menggunakan kekuasaan yang diraih dan kekuatan yang dimiliki bagi kesejahteraan
rakyat. Agar pola kerja politik dapat terarah, dibuatkan karangka
sistemik sebagai jalinan sub-sub sistem yang meliputi infra (pemerintahan) dan
supra struktur (partai politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan dan
kelompok anomi) politik.
Mengenai kekuatan politik, Miriam Budiarjo
(1988:52) Mengatakan bahwa yang diartikan dengan Kekuatan- kekuatan politik
adalah bisa masuk dalam pengertian Individual maupun dalam pengertian
kelembagaan. Dalam pengertian yang bersifat individual, kekuatan-kekuatan
politik tidak lain adalah aktor-aktor politik atau orang-orang yang memainkan
peranan dalam kehidupan politik. Orang-orang ini terdiri dari pribadi- pribadi
yang hendak mempengaruhi proses pengambilam keputusan politik. Dan secara
kelembagaan di sini kekuatan politik sebagai lembaga atau organisasi ataupun
bentuk lain yang melembaga dan bertujuan untuk mempengaruhi proses
pengambilankeputusan dalam sistem politik.
Adanya perubahan pola “perjuangan” GAM dari bentuk
perlawananan bersenjata menjadi sebuah gerakan politik turut mewarnai wajah
perpolitikan Aceh pasca MoU Helsinky dan langsung menjadi sebuah kekuatan
politik besar di Aceh. Pada Pilkada 2007, pasangan Calon Gubernur dan wakil
Gubernur yang berasal dari pejuang GAM yaitu Irwandi Yusuf dengan Muhammad
Nazar berhasil memenangkan Pilkada, begitu juga dengan Calon Bupati/walikota sebagian
besar daerah di menangkan oleh pejuang GAM. Kemenangan Politik yang di peroleh
mantan pejuang GAM, tentu merupakan suatu paradigma baru terhadap dinamika
politik di Aceh yang baru selesai dari konflik,kepercayaan rakyat Aceh yang di
berikan kepada mantan-mantan GAM menjadi dasar legitimasi untuk melaksanakan
implimentasi MoU maupun UUPA sesuai dengan harapan besar rakyat Aceh ,untuk
bangkit dari keterpurukan serta masalah multidimensi sebagai daerah bekas
konflik dan bencana tsunami.
Berselang dua tahun kemudian , rakyat
Aceh kembali melaksanakan pesta demokrasi untuk memilih perwakilan rakyat di
parlemen pada Pemilu legislatif tahun 2009, Undang-undang Pemerintah Aceh
memberikan kebebasan bagi rakyat Aceh untuk mendirikan Partai Politik
Lokal,sebagai perwujudan demokrasi dan etintitas rakyat Aceh sesuai
dengan kearifan lokal,kewenangan politik yang di peroleh rakyat Aceh (harusnya)
menjadi suatu model demokrasi bagi daerah-daerah lain di Indonesia.
Selain
kekuatan politik berbasis mantan
kombatan GAM, kita tidak dapat memungkiri adanya poros politik lain di
Aceh. Semenjak gaung berdirinya partai politik lokal ditebuh, ada banyak
partai politik lokal yang telah berdiri dengan berbagai latar
belakangnya. Bahkan belakangan, menjelang pilkada 2017 jumlah parlok di
Aceh dikabarkan kembali bertambah. Namun kekuatan
politik berbasis mantan kombatan GAM tetap memiliki pengaruh besar,
setidaknya sampai saat ini. Bahkan untuk bakal
calon gubernur Aceh di Pemilukada 2017 mendatang, nama – nama yang
disebut –
sebut akan maju masih dari kalangan mantan kombatan (walaupun tidak satu
nama).
Setiap kerajaan mempunyai masa
kejayaannya masing-masing, begitu pula yang terjadi pada partai politik. Pada
Pemilu, kekuatan partai politik pada setiap tahun penyelenggarannya bisa
berubah dan juga tetap, hal tersebut terjadi sesuai dengan isu politik yang
sedang berkembang dan juga tergantung bagaimana sikap dari partai politik dalam
membentuk makna politik di masyarakat. Kekuatan politik dimanapun di atas dunia
selalu mencerminkan masalah - masalah mendalam kesejarahan dan struktural di
mana kekuatan - kekuatan politik itu tumbuh, berkembang dan melakukan peranan.
Belum lama ini kalangan Dayah membuat
parade besar besaran bertemakan penolakan terhadap Wahabi, Syiah, dan PKI. Ini
menjadi suatu hal yang menarik dimana kalangan dayah yang biasanya tidak
melakukan pergerakan semacam ini, telah bangun bak macan tidur menunjukkan
taringnya. Lebih menarik lagi ketika kehadiran Wakil Gubernur yang juga mantan
Panglima GAM, Muzakkir Manaf menanda tangani tuntutan massa dengan jumlah yang besar ini. Dimana banyak
kalangan menilai bahwa ini akan menambah dukungan politik kepada wagub. Kuat
atau tidaknya suatu partai politik bisa diukur melalui peta kekuatan politik. Kekuatan
Politik adalah kemampuan menggunakan sumber pengaruh untuk mempengaruhi proses
pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik sehingga menguntungkan dirinya,
kelompoknya atau masyarakat secara umum.
Secara keseluruhan kita melihat dinamika perubahan peta
kekuatan politik Aceh pasca Mou Helsinky sebagai sebuah upaya pembangunan
politik dari berbagai masalah yang terjadi. Dan ianya dapat terus
berubah. Pakar politik Lucien W. Pye (1966) mengatakan bahwa salah satu dimensi/unsur
dari pembangunan politik adalah dimensi kapasitas (capacity), dimaksudkan
sebagai kemampuan system politik yang dapat dilihat dari output yang dihasilkan
dan besarnya pengaruh yang dapat diberikan kepada sistem-sistem lainnya seperti
system sosial dan ekonomi.
Dimensi
ini berhubungan erat prestasi pemerintah yang memiliki wewenang resmi, yang
mencerminkan besarnya ruang lingkup dan tingkat prestasi politik dan
pemerintahan, efektifitas dan efisiensi dalam pelaksanaan kebijakan umum dan
rasionalitas dalam administrasi serta orientasi kebijakan.
Walhasil
kita tentu
berharap bahwa setiap perubahan dalam kontestasi politik Aceh membawa
dampak
yang baik untuk pembangunan Aceh di semua lini, baik Politik, Ekonomi
dan
lainnya, bukan justru sebaliknya. Persaingan yang terjadi haruslah
persaingan yang membawa kemajuan bagi Aceh, bukan malah membawa
kehancuran.
2 Komentar
Terapi Pengobatan Stroke
BalasHapusobat mengatasi kista rahim
pengobatan penyakit jantung koroner
obat infeksi saluran pernafasan
SINIDOMINO.
BalasHapusBuruan gabung dan daftarkan diri Anda Jangan sampai ketinggalan ya!!!
SINIDOMINO juga memberikan Bonus Menarik untuk Para Poker Mania :
? Bonus Referral 20% (Seumur Hidup)
? Bonus Cashback Up To 0.5%. Dibagikan Setiap hari SENIN
? 100% murni Player vs Player ( NO ROBOT )
Untuk Info Lebih Lanjut Bisa Hubungi Customer Service Kami di :
LiveSupport 24 jam (NONSTOP)
? LiveChat :http://www.sinidomino.com/?ref=limm88
? Pin BBM : D61E3506
Terima Kasih
poker online