John Locke Sumber : Google |
Oleh Putri Mulya Sari
Aktivis dan Penulis di Political Club
Abstrak
Lahirnya
pemikiran John Locke mengenai Civil Society dan Kekuasaan Politik salah satunya
dilatarbelakangi atas penolakan kerasnya terhadap pemikiran Filmer tentang
dokrin absolutisme yang berlaku di Ingrris di saat Locke tinggal di daerah itu.
Filmer sendiri merupakan sosok pembela gigih dari dokrin tersebut, yang
mangatakan bahwa dokrin absolutime merupakan bentuk pemerintahan yang baik,
yang bahwasanya Raja menjadi salah satunya pewaris kekuasaan dan hak-hak Tuhan.
Locke menolak keras pemikiran dari Filmer ini, sehingga ia menuangkan
bentuk-bentuk kritikannya terhadap Filmer dalam sebuah karya terbaiknya yaitu
“Two Treatises Of Goverment,”. Selain
berisi kritikan, Locke juga menuangkan pemikiran-pemikirannya tentang idealnya
sebuah kekuasaan dan pengaruhnya masyarakat sipil dalam pembuatan keputusan dan
perjanjian dalam merumuskan wujud kekuasaan yang baik dan sesuai secara
alamiah. Tulisan ini akan memaparkan apa-apa saja yang menjadi buah pemikiran
Locke tentang Civil Society dan Kekuasaan Politik, baik yang ia tuangkan dalam
karya tulisnya yang berisi kritikannya terhadap Filmer, maupun rumusan
pemikiran yang dituangkan dari hasil pengalaman hidup yang tentunya dilihat
secara konsep alamiah.
Kata Kunci
: Civil Society, Kekuasaan, Negara
1.
Latar
belakang
Rumusan
Locke tentang Civil Society dan Kekuasaan politik tidak lepas dari kehidupan
pribadinya sendiri, sehingga memunculkan berbagai pemikiran-pemikiran Locke
yang didasarkan atas pengalaman tersebut. Locke lahir pada tanggal 29 Agustus
1632, di Wrington, di sebuah desa di Somerset Utara, Inggris Barat. Di Inggris
kehidupan pada masa itu sangat tragis dan ironis, sebab negara Eropa abad XVII
dilanda perang saudara dan perang agama kaum Katolik dengan Prostestan.
Ketika
Locke berusia 10 tahun, adalah saat terjadi peperangan antara kaum Puritan
dengan Raja Charles I. Konflik yang menimbulkan prahara berdarah dan tidak
pandang hubungan keluarga ini telah mengguncang jiwanya.[1]
Dalam perang agama dan perang saudara yang terjadi pada saat itu dokrin
absolutisme monarki merupakan respon terhadap perang itu dan sebagai jalan
untuk mempersatukan kembali. Kekuasaan raja menjadi pengejawantahan ketuhanan,
atau keyakinan yang menjadi hak ketuhanan atas raja dalam perspektif sejarah
perpolitakan Barat di masa abad yang gelap itu.
Locke
melahirkan karya-karya monumentalnya seperti Two Treatises Of
Government.[2]
Dalam tulisannya ini Locke
menentang keras dokrin absolutisme yang berkembang di Inggris saat itu, dan
juga merupakan wujud penolakan dari pemikiran Sir Robert Fimer yang merupakan
pembela gigih doktrin absolutisme tersebut. Maka dari itu Locke mengkonsepkan
tentang perlunya pemberdayaan masyarakat sipil dan hubungannya dalam dalam
menerapkan keteraturan kekuasaan dalam bernegara.
Bagi Locke civil society
dan kekuasaan politik adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan
bernegara. Adanya sebuah negara itu didasari atas kesepakatan bersama
masyarakatnya dalam mendirikan sebuah kekuasaan dalam bernegara. Filosofinya
adalah kekuasaan itu merupakan suatu hasil dari perjanjian sosial (the contract
sosial,) dan bersifat tidak mutlak. Oleh sebab itu kekuasaan bukanlah berasal
dari Tuhan, tidak datang dengan cara turun temurun, dan juga kekuasaan bukan
atas dasar teks kitab suci.[3]
2.
Gagasan
Konseptual Civil Society
Lahirnya
gagasan konseptual tentang Civil Society ini banyak diterjemahkan dengan
berbagai macam makna. Pada hakekatnya, versi terjemahan apapun yang dipakai,
ternyata rujukan berpijaknya bertemu pada pemahaman konseptual yang sama. Pada
dasarnya istilah manapun yang dipakai tidak menjadi soal sepanjang kita memiliki
perspektif, sudut pandang dan pemahaman konseptual yang sama menurut makna
istilah yang digunakan.
Civil
Society sebagai wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan
bercirikan, antara lain; kesukarelaan (voluntary), kesewasembadaan (self
generating), dan keswadayaan (self supporting), kemandirian tinggi
berhadapan dengan negara, dan keterikatan dengan norma-norma atau nilai-nilai
hukum yang diikuti oleh warganya.[4] Dalam
kehidupan bernegara peran civil society ini menjadi sangat penting sebagai
peletak dasar dalam perumusan suatu keputusan yang berdampak pada kehidupan
yang menyeluruh, sehingga pentingnya pemberdayaan civil society ini atas peran
politik kenegaraannya.
Locke
merumuskan sendiri tentang gagasan civil society ini bercermin dari
pengalamanya terhadap penolakan kerasnya pada statmen Filmer yang mengekang pemberdayaan
civil society. Dalam perpektif Locke civil society sendiri adalah mereka yang
mempunyai hak yang sama dan mempunyai peran yang sama terhadap kepemilikan
pribadinya dan keikutsertaanya dalam pembuatan keputusan dalam negara. Keadaan
ini tidak terlepas dari keadaan alamiah yang dimiliki oleh setiap manusia yang
ada dimuka bumi ini.
Wujud
dalam keadaan alamiah civil society terlihat pada pola kehidupan mereka yang tidak
bisa dikekang dengan semangat kekuasaan Raja atau seseorang yang bersifat
otoriter. Sehingga dengan demikian lahirnya sebuah kekuasaan yang diberlakuakan
dalam negara juga merupakan wujud dari keterlibatan civil society yang terikat
dalam kontrak sosial antara penguasa dan civil society. Kebebasan civil society
bagi Locke bukanlah kebebasan yang sesuka hati, melaikan kebebasan yang diikat
oleh kontrak sosial.
2.1.Keadaan Alamiah (State of Nature)
Locke menyandarkan kewajiban politik pada kontrak
sosial. Ia memulai risalahnya tentang filsafat politik dengan menempatkan
keadaan alamiah asli yang ia sebut sebagai komunitas umat manusia alamiah yang
besar. Kondisi ini, demikian ia menggambarkannya, adalah kondisi hidup bersama
dibawah bimbingan akal tetapi tanpa otoritas politik. “orang-orang yang hidup
bersama menurut akal tanpa ada kekuasaan tertinggi diatas bumi yang menghakimi
mereka berada dalam keadaan alamiah. Dalam masyarakat pra-politik ini orang
bebas, sederajat, dan merdeka.
Setiap orang mempunyai kemerdekaan alamiah untuk
bebas dari setiap kekuasaan superior di atas bumi, dan tidak berada di bawah
kehendak tau otoritas legislatif manusia.[5]
Tidak ada manusia yang hidup dengan adanya perbedaan antara satu dan lainnya
dari keadaan alamiahnya. Karena setiap manusia yang dilahirkan kedunia sudah
secara alamiah memiliki hak-haknya masing masing yang mutlak atas dirinya dan
tidak tunduk pada otoritas orang lain.
Bagi Locke hak-hak alamiah yang dimiliki oleh manusia
tersebut adalah (hak milik, hak hidup, dan hak kemerdekaan), yang sudah ada
semenjak mereka dilahirkan untuk menjalankan hukum alam kepada komunitas yang
terbentuk. Individu tidak menyerahkan
kepada komunitas hak-hak alamiah yang subtansial, tetapi hanya hak
melaksanakan hukum alamiah. Dan badan yang diserahi kekuasaan masuk ke dalam
perjanjian, sehingga terikat dalam kontrak.
Dasar
kontrak adalah ikatan kepercayaan, dan suara bulat diperlukan untuk membentuk
perjanjian sosial, ketika orang setuju dalam kontrak sosial maka terikat dalam
keputusan mayoritas.[6]
Dalam pandangan ini Locke menjelaskan bahwa setiap masyarakat memiliki kebebasan dalam menentukan
jalan hidupnya, namun didasarkan dengan adanya kontrak sosial untuk dapat
dengan leluasa mengembangkan keadaan alamiahnya.
2.2.Keterikatan Civil Society dalam
Kontrak Sosial
Menurut Locke, keadaan bebas merdeka (state of
liberty) bukanlah keadaan bebas sekehendaknya (not a state of licence). Manusia
tidak berkebebasan untuk menghancurkan dirinya atau makhluk lain karena
keadaan alam kodrat mempunyai hukum alam
yang mengatur, yang tak lain ialah rasio.[7]
Beberapa sifat dari kontrak sosial Locke perlu dicatat. Pertama, prinsip
yang menggerakkan di balik persetujuan ini bukanlah rasa takut akan kehancuran
tetapi keinginan untuk menghindari gangguan keadaan alamiah.
Kedua,
individu tidak
menyerahkan kepada komunitas tersebut hak-hak alamiahnya yang substansial,
tetapi hanya hak untuk melaksanakan hukum alam. Ketiga, hak yang
diserahkan oleh individu tidak diberikan kepada orang atau kelompok tertentu
tetapi kepada suluruh komunitas. Kontrak adalah perjanjian untuk membentuk satu
masyarakat politik. Ketika masyarakat ini telah terbentuk, ia kemudian harus
membentuk pemerintahan. Ia menjalankan tugas ini dengan membentuk lembaga yang
terpecaya yang membentuk pemerintahan dengan kekuasaan untuk bertindak guna
mencapai tujuan-tujuan tertentu.[8]
3. Civil Society : Manifestasi Politik
dan Empowerment
Civil
society adalah wujud dari lahirnya kekuasaan dan kebijkan-kebijakn politik yang
tentunya di dasarkan atas kebebasan dari hak-hak alamiah civil society. Dimana
bagi Locke keadaan alamiah (state of nature) adalah yang mendahului eksistensi
negara. Oleh karena itu, semua manusia sama dalam arti semua memiliki hak yang
sama untuk mempergunakan kemampuan mereka. Manusia secara alamiah sebenarnya
baik, maka keadaan alamiah tampak sebagai a
State of Peace, Good Will, Mutual Assistence, and Preservation.[9].
Dengan
adanya hak kepemilikan, penguasa atau pemerintah bukanlah suatu pertumbuhan
yang dengan sendirinya ada, ini berangkat dari keinginan bersama orang untuk
mencari kawan sesamanya untuk membentuk suatu masyarakat politik, yakni
masyarakat yang lepas dari keadaan alami. Pembentukan masyarakat politik adalah
dengan kemauan dan izin mereka sendiri, bukan dengan paksaan. Keputusan dan
persetujuan berdasarkan suara terbanyak (mayoritas) yang telah mencukupi sebagai
suatu mekanisme yang memungkinkan terpeliharanya kebulatan masyarakat dan
terhindarnya masyarakat dari perpecahan kembali.[10]
Selanjutnya
kekuasaan negara dalam hal ini juga dibentuk semata-mata untuk menjaga hak
individual. Dimana hak ini merupakan bagian dari hak alamiah yang berada dalam
diri setiap manusia. Diilustrasikan oleh Locke Bahwa maksud Tuhan dengan ciptaannya itu agar manusia bisa tetap
hidup dan membahagiakan dirinya. Dimana sejak dilahirkan di dunia, manusia
berhak memperoleh perlindungan dan kebutuhan makan dan minum.
Oleh karena
itu, hak pemilikan itu sangat memerlukan keamanan dari kemungkinan berbagai
ancaman dalam konteks perjanjian sosial itu, maka warga atau individu harus
rela pula menyerahkan sebagian hak-hak alamiahnya kepada pemengang kekuasaan
yang kemudian dikenal dengan istilah supremasi power. Artinya keperluan akan
perlindungan itu mendorong manusia untuk membuat perjanjian sosial.[11]
3.1.Kekuasaan Politik
Dalam
pemberdayaan terhadap masyarakat sipil atau civil society, Locke yang
hidup pada masa pemerintahan raja
Charles yang menganut kekuasaan politik monarki absolut pada kerajaan Inggris
itu, sangat menentang keras monarki absolut tersebut. Monarki absolut didasari
oleh kepercayaan bahwa kekuasaan mutlak raja bersifat ilahiah, dan suci.
Kepercayaan ini dinamakan hak ketuhanan raja dalam sejarah pemikiran politik
barat. Jauh sebelumnya, doktrin semacam itu memperoleh legitimasi teologis dari
ajaran-ajaran alkitab sebagaimana dalam pemikiran agustinus atau aquinas.
Mereka
berpendapat bahwa kekuasaan sekuler bersifat temporer (sementara) dan kekuasaan
Tuhan atau gereja bersifat mutlak berasal dari Tuhan. Para teoritisi pembela
hak ketuhanan raja beranggapan bahwa monarki absolut merupakan bentuk terbaik. Pertama,
karena monarki absolut berasal pada tradisi otoritas paternal, kedua, monarki
absolut merupakan replika dari kerajaan tuhan. Ketiga, monarki absolut
merupakan cermin kekuasaan tunggal ilahi atas segala sesuatu.[12]
Bagi locke
sendiri kekuasaan itu tidak didapat dari hasil turun menurun, yang dimana bahwa
kekuasaan Tuhan itu mutlak dan tidak bisa di dapat dari masyarakat biasa,
melainkan kekuasaan Tuhan itu akan diwariskan kepada orang-orang yang mempunyai
kelebihan atau lebih mempunyai derajat dari orang-orang yang ada disekitarnya,
seperti yang terjadi pada masa kerajaan Inggris saat itu, dimana Raja adalah
pewaris kekuasaan dari pada Tuhan, seperti yang diungkapkan oleh Sir Robert
Filmer. “Filosofinya kekuasaan menurut Locke merupakan hasil perjanjian sosial
(the contract sosial), dan tidak bersifat mutlak.
Oleh sebab
itu kekuasaan bukan berasal dari Tuhan dan tidak datang dengan cara
turun-menurun, dan juga kekuasaan bukan atas dasar teks kitab suci. Pembatasan
kekuasaan menjadi sangat penting, sebab kekuasaan dari kesepakatan warga dengan
penguasa negara yang dipilihnya. Kekuasaaan bukan hal alamiah patriarki,
sekalipun kekuasaan bersifat patriarkis, baginya tetap saja ada batasnya.
Contoh : kekuasaaan orang tua akan berkurang atau bahkan akan hilang ketika
anak-anaknya telah dewasa dan hidup mandiri. Kekuasaan itu absah bila memiliki
consent.
Consent merupakan dasar utama absahnya
kekuasaan negara, gagasan ini dikemukakan dalam Two Treatises.”[13].
Sebab manusia dilahirkan setara, diantara manusia dengan lainnya tidak ada
kelas atau hierarkis kasta. Tuhan telah menganugerahkan setiap manusi kesamaan
nalar, kesamaan keuntungan alamiah, kekuasaan, dan juridiksi. Hal ini telah ada
sejak manusia berada dalam keadaan alamiah.
3.2.Tujuan Kekuasaan Politik Dalam Bernegara
Dalam
membentuk kekuasan dalam negara, Locke beranggapan bahwa kekuasaan negara
dibentuk untuk menjaga hak kepemilikan individual. Artinya bahwa Negara
mempunyai tugas atau kewajiban dalam melindungi dan menjaga hak-hak kepemilikan
pribadi dengan seimbang. Negara mempunyai peran untuk tetap melindungi hak
kepemilikan setiap masyarakatnya sesuai dengan kontrak yang telah disepakati
tadi. Motivasi manusia untuk mendirikan
negara, yaitu menjamin hak-hak asasinya, terutama hak miliknya, menjadi tujuan
negara.
Oleh karena itu, kewajiban-kewajiban utama negara adalah untuk
melindungi kehidupan dan hak milik para warga negara. Hanya demi tujuan itulah
para warga negara meninggalkan kebebasan mereka dalam keadaan alamiah yang
penuh ketakutan itu. Oleh karena itu, negara mempergunankan kekuasaannya untuk
memelihara lahir batin kepentingan masyarakat.[14] Selanjutnya Locke menegaskan bahwa tujuan dasar dibentuknya suatu
kekuasaan politik adalah untuk melindungi dan menjaga kebebasan sipil.
Demi melindungi kebebasan
sipil itu, cara apa pun boleh dilakukan oleh negara. Negara diperbolehkan
menggunakan kekerasan sejauh demi tujuan itu dan bukan tujuan lain seperti
kejayaan bangsa, kebajikan bersama, dan lain-lain.[15] Dari penjelasan
Locke tersebut dapat dilihat bahwa Locke menjadikan kekuasaan politik
sepenuhnya bersifat sekuler. Artinya, kekuasaan bersifat duniawi dan sama
sekali tidak berkaitan dengan transendensi ketuhanan atau gereja. Ini merupakan
perbedaan penting gagasan kekuasaan politik Locke dengan Santo Aquinas, Thomas
Aquinas, dan lain-lain.
4.
Negara
: Pentingnya Pembagian dan Pembatasan Kekuasaan
Seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan
kehidupan bernegara mengalami banyak perubahan. Konsep negara mulai mengalami
pergeseran yang pada awalnya negara merupakan negara yang berdasarkan pada
kekuasan beralih pada konsep negara yang mendasarkan atas hukum (rechtstaat).
Para ahli sepakat bahwa salah satu ciri dari sebuah negara hukum adalah adanya
konsep pembatasan kekuasaan. Pembatasan kekuasaan menjadi syarat mutlak sebuah
negara hukum yang demokratis.
Adanya pembatasan kekuasaan sebagai perwujudan prinsip
konstitusionalisme yang melindungi hak-hak rakyat. Konsep pemisahan kekuasaan lahir dari keinginan membatasi
kekuasaan para raja yang bersifat absolut di Eropa. Ide mengenai pembatasan
kekuasaan ini dihembuskan oleh John Locke dan Montesquieu. Pemikir Inggris John
Locke mengemukakan konsepnya mengenai pemisahan kekuasaan dalam bukunya Two
Treaties on Civil Government.
Menurut Locke kekuasaan negara dibagi menjadi tiga
yakni: kekuasaan legislatif (membuat peraturan undang-undang), kekuasaan
eksekutif (melaksanakan undang-undang yang di dalamnya termasuk kekuasaan
mengadili), dan kekuasaan federatif (kekuasaan yang meliputi segala tindakan
untuk mengamankan negara).[16] Selain
itu pula Locke mengemukakan gagasannya tentang bentuk negara. Gagasan tersebut
didasarkan atas adanya peraturan perundang-undangan yang diserahkan pada konsep
apa bentuk negara tersebut. Seperti monarki, aristokrasi, dan demokrasi.
4.1.Bentuk
Negara Perpektif John Locke
Ada tiga bentuk negara
yang dikemukan oleh John Locke yang menggunakan kriteria ukuran pada siapa
kekuasaan perundang-undangan itu diserahkan.
Dan berdasarkan
kriteria itu, maka bentuk negara menurut Locke diantaranya :
1.
Monarki,
apabila kekuasaan perundang-undangan itu diserahkan kepada satu orang saja
2.
Aristokrasi,
apabila kekuasaan perundang-undangan itu diserahkan kepada beberapa orang, atau
kepada suatu Dewan
3.
Demokrasi,
apabila kekuasaan perundang-undangan itu, diserahkan kepada rakyat, sedang
pemerintah hanya melaksanakan saja.[17]
4.2.Kekuasaan
Yang Terbatas
Dalam mengemukakan pemikirannya, Locke juga mengemukakan masalah
perlunya institusi untuk membatasi kekuasaan Negara. Dengan konstitusi
munculnya negara totaliter dapat dihindari karena adanya pembatasan kekuasaan
negara.[18] Locke
berpendapat bahwa perlunya kontitusi ini sangat penting guna untuk melindungi
hak-hak pribadi sesuai dengan yang telah ditentukan, tidak adanya keleluasaan
yang terlalu bebas dari negara untuk menguasai hak hak kepemilikan individu.
Karena didalam konstitusi terdapat turan-aturan dasar pembatasan
kekuasaan dan hak-hak asasi warga negara. Aturan-aturan konstitusional ini
tidak boleh dilanggar oleh penguasa negara. Gagasan lain yang dikemukan oleh
Locke adalah mengenai pemisahan kekuasaan yang merupakan wujud dari menghindari
terjadinya munculnya negara otoriter. Untuk membatasi kekuasaan negara yang
hanya di kendalikan oleh satu tangan atau lembaga harus dicegah, maka dapat
dilakukannya dengan memisahkan kekuasaan politik dalam tiga bentuk, yakni
eksekutif, legislatif, dan kekuasaan federatif.
Pertama, kekuasaan Eksekutif bagi Locke adalah kekuasaan yang melaksanakan
undang-undang, tetapi apabila lembaga ini menyalahgunakan kedudukannya, berarti
sama dengan pernyataan perang terhadap rakyat dan rakyat berhak untuk
menyingkirkan eksekutif itu dengan kekerasan. Selain itu perlu diketahui juga
dalam tafsiran tradisional asas Trias Politika, bahwa tugas badan eksekutif
melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh badan legislatif
serta menyelenggarakan undang-undang oleh badan legislatif.[19]
Perspektif Locke tentang kekuasaan eksekutif ini sangat sesuai
dengan konsep kekuasaan poltik modern saat ini, seperti sebuah negara yang
menganut sistem demokrasi, yang artinya bahwa kekuasaan eksekutif ini
bertanggung jawab untuk melaksanakan undang-undang sesuai dengan yang telah
ditetapkan oleh lembaga legislatif, artinya tidak ada penyelewengan yang dapat
mengakibatkan timbulnya kekerasan oleh rakyat kepada pemerintah pelaksanaa
undang-undang.
Kedua, kekuasaan legislatif merupakan lembaga perumus undang-undang
serta peraturan-peraturan hukum fundamental negara. Bidang legislatif tidak
dapat dialihakan kepada siapa pun atau lembaga mana pun, sebab kekuasaan
legislatif adalah manisfestasi pendelegasian rakyat kepada negara. Yang
mengontrol kekuasaan legislatif adalah hukum kodrat, hukum yang diciptakan
Tuhan demi kebaikan seluruh rakyat. Legislatif tidak boleh membuat
undang-undang yang menghilangkan kebebasan, melanggar hak-hak individu termasuk
menetapkan pajak tanpa persetujuan rakyat. Legislatif secara hierarkis lebih
tinggi dari eksekutif dan federatif.
Ketiga, Institusi lainnya adalah kekuasaan federatif, kekuasaan ini
berkait dengan masalah hubungan luar negeri, menentukan perang, perdamaian,
liga dan aliansi antarnegara serta transaksi dengan negara lain. Locke
memasukkan kekuasaan federatif ke dalam kekuasaan eksekutif dengan alasan
praktis.[20]
Jika kita memperhatikan konsepsi Locke mengenai tiga kekuasaan eksekutif,
legislatif, dan federatif mencerminkan adanya perimbangan kekuasaan yang telah di
rumuskan dengan baik, dan hal ini dapat memberikan penilaian bahwa gagasan
Locke bersesuaian dengan konsep politik modern.
Namun pada konsep politik modern ini kekuasaan federatif tidak
ada, yang ada hanya kekuasaan yudikatif yang merupakan dasar pemikiran trias
politika yang dikembangkan oleh Montesquieu. Locke juga merumuskan prinsip-prinsip
pemerintahan dalam dua naskah Treatise Of Goverment. Locke menolak pandangan
Thomas Hobbes tentang situasi chaos sebagai alamiah. Kondisi alamiah justru kondisi
masyarakat ideal dimana ada perdamaian dan hak-hak dasar manusia dari bahaya
dari dalam maupun dari luar. Sehingga, kekuasaan negara tidak bisa mengambil
dan mengurangi hak alamiah, hak atas kemerdekaan, kehidupan dan hak atas milik
pribadi.[21]
5.
Kesimpulan
Gagasan civil society
dan kekuasaan politik yang dikemukan oleh Locke merupakan cerminan penolakan
atas kekuasaan yang tirani dan otoriter. Sir Robert Filmer, adalah sosok yang
menjadi lawan politik Locke dalam pandangannya tentang civil society dan
kekuasaan politik. Robert Filmer adalah seorang sosok pembela gigih absolutisme
raja dalam pemerintahan pada masa pemerintahan Inggris di Eropa. Sedangkan
Locke adalah sosok yang sangat membenci gagasan absolutisme.
Ungkapan penolakan
Locke ini terlihat pada karya-karya yang ia tuliskan salah satunya Two Treatises of Goverment, yang memuat
kritik dan kecaman terhadap Filmer. Locke mengungkapkan bahwa dengan
pemerintahan absolut itu sangat bertentangan dengan pemberdayaan masyarakat
sipil. Artinya masyarakat tidak diberikan ruang untuk bisa menentukan
pilihannya sesuai dengan yang diinginkan, seperti yang terjadi di Inggris di
dimana Locke merasakan sendiri bahwa tidak ada keefektifan sistem pemerintahan tersebut.
Dengan mengalami
pengalaman tersebut Locke beranggapan bahwa setiap masyarakat itu punya
hak-haknya masing masing, baik hak untuk hidup, kemerdekaan, dan hak milik yang
memang secara alamiah telah digariskan oleh Tuhan untuk seluruh umat manusia semenjak
mereka dilahirkan dan bukan hanya untuk golongan-golongan tertentu saja.
Disamping kebebasan
yang dimiliki oleh seluruh manusia, Locke juga menjelaskan bahwa kebebasan yang
dimaksud bukanlah kebebasan yang seleluasanya, namun juga pentingnya sebuah
kontrak sosial untuk dapat menjalankan hak-hak alamiah tersebut dan sekaligus
menjaganya, karena kekuasan untuk dapat menguasai segala sesuatu itu harus
didasarkan perjanjian kontrak antara masyarakat dan yang mempunyai kekuasaan. Tujuan
dari kekuasaan negara yang dikemukan oleh Locke adalah memelihara dan menjamain
terlaksananya hak hak manusia.
Locke adalah bapak
filsul yang dikenal sebagai peletak dasar teori Trias Politika, yaitu Locke
membagi kekuasaan negara kedalam tiga bentuk kekuasaan diantaranya Kekuasaan Eksekutif, Legislatif, dan
Federatif. Tujuan dari pembagian kekuasaan yang dikemukan oleh Locke adalah
untuk mengatasi terjadinya bentuk pemerintahan otoriter, atau kekuasaan
dipegang oleh satu orang saja. Bentuk negara menurut Locke ada tiga macam yaitu
Monarki, Aristokrasi, dan Demokrasi.
Dengan demikian dapat
dipahami bahwa John Locke merupakan salah satu pemikir yunani yang meletakkan
dasar pemikirannya dengan melihat kondisi-kondisi kehidupan sekitarnya pada
saat itu, selain itu teori yang dikembangkan Locke juga tidak jauh berbeda dengan era modern
saat ini. Artinya bahwa banyak pemikiran Locke yang juga dijadikan landasan
dalam kehidupan bernegara pada saat ini. Locke dikenal sebagai peletak dasar
negara Konstitusional sekaligus paham Liberalisme.
[1]Firdaus Syam.2010, Pemikiran Politik Barat, Jakarta, PT Bumi Aksara, hlm. 126
[2] http:/ /www. Fahreza
Rizki.street for humanity John Locke
Civil Society and Kekuasaan
Politik.htm.5 Okt 2014
[4]
http://bewey92.blogspot.com/2014/04/civil-society-sebagai-gerakan
sosialdi.html. 14 Nov 2014
[5] Henry J. Schmandt.2009, Filsafat Politik, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar, hlm. 336
[6] http:/ / www.S4NJ1.Locker Melihat Civil Society dari berbagai
pandangan Filsuf dalam berbagai Periode.htm.5 Okt 2014
[7] Pudja Pramana.2009, Ilmu Negara, Yogyakarta, Graha Ilmu, hlm.
158
[8] Henri J, Schmandt,
op.cit... hlm. 339-340
[9] Menurut Locke, keadaan alamiah (state of nature) adalah
keadaan di mana manusia hidup bersama sesuai dengan kehendak akal tanpa ada
seorang yang memimpin masyarakat di dunia dengan kewenangan memutus suatu
perkara di antara manusia. http://ilhamendra.wordpress.com/2009/03/17/pokok-pokok-pemikiran-john-locke-dalam-two-treatises-of-government/
diakses 20 des 2014
[10] Deliar Noer.1999,Pemikiran Politik di Negara Barat,
Bandung, Mizan, Hlm.120
[11] Firdaus Syam.op.cit...hlm.134
[12] http:/ /www.Fahreza
Rizki.street for humanity John Locke
Civil Society and
Kekuasaan Politik.htm.5 Okt 2014
[13]Firdaus Syam, op.cit..
hlm. 129
[14] http:/ / www.Ilham76.pokok-pokok pemikiran john locke dalam two
treatises of
government volksgeist.htm.8 Okt
2014
[15] Ahmad Suhelmi. 2001, Pemikiran Politik Barat, Bandung, Mizan,
hlm. 199
[16] http://fatahilla.blogspot.com/2011/10/konsep-pemisahan-kekuasaan-dan.html
28 Nov 2014
[17] Samidjo. 1986, Ilmu
Negara, Bandung, CV. Armico, hlm.92-93
[18] Firdaus Syam, op.cit,
hlm. 136
[19] Meriam Budiardjo. 2008 Dasar-dasar Ilmu Politik Edisi Revisi, Jakarta,
PT Gramedia Pustaka Utama,hlm. 295
[20] Firdaus Syam. op.cit,
hlm. 136-137
Ilmu
Politik Konsentrasi Politik Lokal dan Otonomi Daerah Sekolah Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada.hlm 37
2 Komentar
SINIDOMINO.
BalasHapusBuruan gabung dan daftarkan diri Anda Jangan sampai ketinggalan ya!!!
SINIDOMINO juga memberikan Bonus Menarik untuk Para Poker Mania :
? Bonus Referral 20% (Seumur Hidup)
? Bonus Cashback Up To 0.5%. Dibagikan Setiap hari SENIN
? 100% murni Player vs Player ( NO ROBOT )
Untuk Info Lebih Lanjut Bisa Hubungi Customer Service Kami di :
LiveSupport 24 jam (NONSTOP)
? LiveChat :http://www.sinidomino.com/?ref=limm88
? Pin BBM : D61E3506
Terima Kasih
poker online
Yuk Gabung Di Bolacasino88.com
BalasHapusDapatkan Promo Deposit 100% Sportsbook
Minimal Deposit Promo 100% Sportsbook Rp 300.000
Maksimal Bonus Sampai Rp 500.000
Dapatkan Juga Promo Menarik Lain nya !!!
Untuk Informasi Lebih Lanjut Silahkan Hubungi CS Kami Di :
- No Tlp ( +855962671826 )
- BBM ( 2BF2F87E )
- Yahoo ( cs_bolacasino88 )
- WhatsApp ( +855962671826 )
Baca Juga Prediksi Togel Tanggal 21 October 2017 :
http://prediksitoto.online/bocoran-togel-sgp-21-okt-2017/
http://prediksitoto.online/prediksi-jitu-hk-21-okt-2017/
http://prediksitoto.online/prediksi-jitu-sydney-21-okt-2017/
http://prediksitoto.online/prediksi-top-milan-21-oktober-2017/
http://prediksitoto.online/prediksi-top-pattaya-21-okt-2017/
http://prediksitoto.online/prediksi-top-genting-21-oktober-2017/
http://prediksitoto.online/prediksi-top-magnum-21-okt-2017/